Hukum  

Penyelesaian Hukum Bagi Perusahaan yang Alami Kondisi Krisis (gagal bayar) Melalui Kepailitan dan PKPU

Oleh: Dr. Ivida Dewi Amrih Suci, S.H., M.H., M.Kn.*

==============================

PERUSAHAAN yang krisis adalah: Perusahaan yang pasiva lebih besar dari aktiva. Sehingga menimbulkan gagalnya manajemen dalam mengelola perusahaan, sehingga menyebabkan perusahaan tidak dapat membayar hutang-hutangnya.

Faktor penyebab terjadinya krisis merupakan sebuah situasi yang kedatangannya tidak terduga, artinya perusahaan tidak dapat menduga bahwa akan muncul situasi yang dapat mengacaukan kegiatan operasional perusahaan.

Dampak dari krisis dapat berupa:

• Malapetaka yang dapat merugikan perusahaan

• Menimbulkan keresahan dalam perusahaan atau masyarakat bahkan secara tidak langsung bisa mengancam citra baik perusahaan.

• Hilangnya kepercayaan yang telah dipupuk dari awal hingga akhir oleh
perusahaan yang telah bekerja sama.

• Dapat membentuk reputasi buruk di mata stake holder yang lainnya.

Krisis diakibatkan karena:

a) Karena bencana alam;
Bencana alam selain memakan korban jiwa, juga dapat meluluhlantakan seluruh sendi kehidupan dan ambruknya perekonomian
merupakan multiplier effect dari bencana alam.

b) Karena kecelakaan Industri;
Dalam kecelakaan industri sangat bervariasi, mulai dari mesin tidak berfungsi, kebakaran ataupun kecelakaan kerja.

c) Karena produk yang kurang sempurna;
Produk yang dihasilkan perusahaan dapat berupa barang & jasa, yang mana hasil produksi yang dihasilkan cacat.

d) Karena persepsi publik;
Persepsi publik yang negatif terhadap perusahaan sangat mempengaruhi daya tahan perusahaan.

e) Karena hubungan kerja;
Hubungan kerja yang buruk antar pekerja dan perusahaan dapat menjadikan kondisi krisis demikian pula apabila kondisinya
semakin tidak terkendali maka menjadi masalah yang serius pada perusahaan.

f) Karena Kesalahan strategi bisnis;
Hal ini terjadi karena kekeliruan dalam
perencanaan dan pelaksanaan strategi dalam perusahaan.

g) Karena masalah kriminal;
Masalah kriminal ini dapat diakibatkan oleh
pemegang kebijakan dalam perusahaan, yang dapat menjadi magnet media sebagai bahan pemberitaan dan mengakibatkan ketidakpercayaan publik.

h) Karena pergantian manajemen;
Pergantian manajemen jika tidak disiapkan
terlebih dahulu dapat pula mempengaruhi kinerja dalam perusahaan.

i) Karena persaingan bisnis;
Ketatnya persaingan bisnis dapat terjadi melalui persaingan tidak sehat atau terdapat perusahaan yang memonopoli pasar dan menyerang persaingan secara frontal.

Kondisi krisis ini harus segera diatasi dengan berbagai cara. Apabila krisis ini membuat suatu perusahaan sampai pada tahap gagal bayar, atau tidak mampu bayar hutang-hutangnya, maka perusahaan sebagai debitor dapat memilih suatu pranata hukum yaitu hukum kepailitan.

Dalam pranata hukum kepailitan ada 2 cara untuk menyelesaikan utang yaitu melalui:

1. PKPU
2. Permohonan Pailit

PKPU merupakan proses permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang. Dalam hukum kepailitan diatur dalam Pasal 222-294 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 (Undang-Undang Kepailitan).

Permohonan PKPU berdasarkan Pasal
222 Ayat (1) yang menyatakan:

“PKPU digunakan oleh debitor yang mempunyai lebih dari 1 kreditor atau oleh kreditor”

PKPU dapat diajukan paling lambat sebelum proses permohonan pailit atau saat permohonan pailit sedang diperiksa.

PKPU adalah suatu bagian dari proses kepailitan yang seharusnya dapat dipakai sebagai lembaga perdamaian. Dimana PKPU adalah pranata hukum yang disiapkan oleh hukum kepailitan untuk menyelesaikan perkara utang oleh debitor atau kreditor. Sehubungan dengan pranata hukum sesuai prinsip perdamaian, maka pranata PKPU sangat diperlukan oleh hukum kepailitan, demikian pula pranata hukum adalah untuk penyelesaian utang dengan melakukan negosiasi-negosiasi atau dengan musyawarah untuk mencapai kata mufakat, sehingga jika di analisa lembaga PKPU adalah lembaga tertinggi dalam PKPU.

Secara prinsip ada 2 pola PKPU:

1. Merupakan tangkisan bagi debitor terhadap permohonan pailit yang diajukan
kreditor

2. Atas inisiatif sendiri debitor yang memperlihatkan tidak mampu membayar
utang-utangnya kepada kreditor.

Dengan melihat pola PKPU ini maka berdasarkan Pasal 222 Undang-Undang
Kepailitan yaitu:

“Bahwa debitor yang memperkirakan tidak mampu membayar utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih tersebut dapat memohon agar debitor diberi waktu penundaan pembayaran utang. Hal ini adalah merupakan sarana agar debitor dapat mengajukan perdamaian, dengan menawarkan pembayaran sebagian atau seluruh hutang”.

Lembaga PKPU merupakan lembaga perdamaian yang telah disiapkan oleh
hukum kepailitan. Jika PKPU ini dapat dilaksanakan maka menunda kepailitan
dengan perdamaian misalnya: penjadwalan ulang (rescheduling) atau restrukturisasi (restructuring) utang-utang debitor dengan melakukan negosiasi-negosiasi menuju perdamaian.

Dasar perdamaian dari PKPU ini adalah Pasal 281 Ayat (1) yang menyatakan bahwa rencana perdamaian dapat diterima berdasarkan persetujuan lebih dari ½ jumlah kreditor.

Sangat jelas bahwa perdamaian atas dasar persetujuan dan persetujuan maka lainnya adalah semufakat atau sependapat. Oleh karenanya dalam
ranah PKPU diperlukan kebijakan masing-masing debitor untuk dapat mendorong adanya perdamaian tersebut. Sehingga pailit bagi debitor akan terhindar, serta pemulihan ekonomi kreditor atau debitor itu sendiri tercapai.

Dalam SEMA No. 5 Tahun 2021 adalah salah satu dukungan pemangku kebijakan dalam mendorong daya kerja lembaga perdamaian PKPU, yaitu mengatur tentang permohonan PKPU yang telah dimohonkan oleh kreditor sebelum proses permohonan pailit tidak boleh dimohonkan lagi oleh kreditor, tidak boleh dimohonkan kembali. Hal ini agar para kreditor ikut aktif dalam keberhasilan pelaksanaan perdamaian dalam PKPU.

Pada intinya bahwa PKPU adalah pranata hukum kepailitan sebagai lembaga perdamaian untuk penyelesaian utang, dan sebagai pranata hukum penundaan pembayaran utang atau dapat disebut moratorium, walaupun hal ini tidak menutup
kemungkinan jika pelaksanaan PKPU tidak berhasil pada permohonan PKPU pada tahap permohonan pailit, maka berdasarkan Pasal 289 Undang-Undang Kepailitan, maka akan langsung jatuh putusan pailit. Oleh karenanya sangat penting keberhasilan dari PKPU untuk pemulihan perekonomian debitor dan kreditor atau yang menerima hutang atau yang memberi hutang.

Kepailitan jalan keluar bagi krisis (gagal bayar), merupakan langkah selanjutnya jika ranah PKPU tidak berhasil. Pranata hukum kepailitan ini juga merupakan pranata yang disiapkan oleh negara untuk memberikan rasa aman pada masyarakat dalam menyelesaikan utangnya. Serta merupakan suatu kepastian hukum sebagai menjadi landasan hukumnya.

Kepailitan berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Kepailitan adalah sita umum atas semua harta kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur oleh Undang-Undang ini. Dengan demikian harta kekayaan debitor pailit menjadi harta pailit adalah merupakan milik bersama semua pihak yang terkait dalam perkara kepailitan ini.

Permohonan kepailitan adalah didasarkan pada pengaturan dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Kepailitan yang menyatakan bahwa,

“Debitor yang mempunyai
dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”.

Pengajuan perkara kepailitan dengan permohonan dan bentuk akhir pemeriksaan berupa putusan. Hal ini agar setiap orang dapat masuk sebagai pihak dan bentuk putusan vonis agar debitor dipulihkan dengan membayar utang sebagai utangnya.

Akibat putusan pailit seluruh harta pailit diurus dan dibereskan oleh kurator (Pasal 69 Undang-Undang Kepailitan) dan diawasi oleh hakim pengawas.

Tugas yang dilakukan oleh kurator terbagi menjadi 3 tahap, yaitu:

1. Tahap Verifikasi
2. Tahap Inventarisasi
3. Tahap Pemberesan (Pasal 188 Uang cukup dapat dilakukan pembayaran)

Beberapa prinsip yang sangat dominan dan merupakan kelebihan dari hukum kepailitan adalah:

1. Prinsip sita umum; Harta pailit untuk semua pihak yang punya piutang pada
debitor.

2. Prinsip penyelesaian utang dengan peradilan cepat.

3. Prinsip paritas creditorium (prinsip kesetaraan kedudukan)

4. Prinsip paripasu prorata parte; Harta pailit merupakan jaminan semua kreditor.

5. Prinsip structured creditor; Tingkatan-tingkatan dalam kreditor yaitu kreditor preferen, separatis dan konkuren.

6. Prinsip utang; Dengan tidak adanya utang maka tidak ada kepailitan (utang
adalah prinsip utama)

7. Prinsip pemulihan ekonomi; Pemulihan ekonomi debitor & kreditor serta pemulihan perekonomian negara.

8. Prinsip debt collection; Penagihan yang dapat dilakukan bersama dan dikoordinir oleh kurator, hal ini menghindari klaim penagihan sendiri-sendiri
dan mengakibatkan tidak semua kreditor mendapat pemenuhan persyaratan.

9. Prinsip debt pooling; Selain penagihan bersama-sama terdapat pula prinsip mengumpulkan tagihan dan mendistribusikan pembayaran yang dikoordinir oleh kurator.

10. Prinsip debt forgiveness; Prinsip ini terkait dengan pengampunan pihak
debitor, dengan persetujuan perdamaian dan dapat memberikan penundaan
pembayaran utang (moratorium).

11. Dan lain-lain.

Prinsip keadilan dalam hukum kepailitan sebagai emergensi exit dalam pemeriksaan perkara, sesuai Pasal 8 Ayat (6) huruf a Undang-Undang Kepailitan, yaitu:

“pasal tertentu dari peraturan perundang undangan yang bersangkutan dan/atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”.

Putusan pailit merupakan pembuktian sederhana sesuai Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Kepailitan, tetapi hakim juga dapat menolak dalam putusannya walaupun bukti-bukti sudah terpenuhi, hal ini dilandaskan pada Pasal 8 Ayat (6) huruf a di atas yang mendasarkan pada sumber hukum tak tertulis (nilai kepatutan, nilai kewajaran, nilai
kesusilaan & nilai religius).

Hukum kepailitan di Indonesia dalam perkembangannya menghasilkan berbagai instrumen hukum yang berkembang dalam fungsinya, hal ini terkait dengan prinsip pemulihan (recovery principle) pembayaran kewajiban prestasi debitor terhadap para kreditor.

Perkembangan terbaru fungsi hukum kepailitan adalah fungsi insolvensi (kemampuan bayar), fungsi recovery (pemulihan), fungsi likuidasi (pembayaran dan pemberesan) dan fungsi eksekusi (terkandung putusan serta merta/vitroobaar bij voorraad).

Oleh karenanya berdasarkan uraian diatas, hukum kepailitan & PKPU merupakan suatu penyelesaian perkara yang paling aman dan adil dalam penyelesaian utang akibat perusahaan terkena krisis (mengakibatkan gagal bayar) !!!

=============================

*)Dr. Ivida Dewi Amrih Suci, S.H., M.H., M.Kn. adalah Dosen S2 di Fakultas Hukum Universitas Janabadra, Yogyakarta dan Koordinator Divisi Hukum Kepailitan Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Doktor Ilmu Hukum Indonesia (ADHI)