Umum  

Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Dana CSR Pemerintah Kabupaten/Kota: Risiko Hukum dan Sanksi

Oleh: Djoko Tp Waketum INAKER

Monwnews.com – Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan sosialnya, yang diwujudkan melalui berbagai program pembangunan masyarakat. Di beberapa daerah, pemerintah berperan sebagai fasilitator atau pengelola dana CSR. Namun, jika transparansi dalam pengelolaan dana ini tidak dijalankan, dapat muncul berbagai implikasi hukum, termasuk potensi penerapan sanksi pidana maupun administratif.

Pentingnya Transparansi dalam Pengelolaan Dana CSR

Transparansi dalam pengelolaan dana CSR bukan hanya kewajiban moral tetapi juga legal. Transparansi diperlukan untuk:

1. Menghindari Penyalahgunaan Dana: Dengan laporan yang terbuka, pengawasan penggunaan dana CSR dapat dilakukan dengan baik.

2. Membangun Kepercayaan Publik: Masyarakat akan mendukung program CSR jika pengelolaannya jujur dan sesuai kebutuhan.

3. Meningkatkan Akuntabilitas: Pengelolaan yang jelas dan akuntabel akan mencerminkan prinsip good governance.

4. Mencegah Konflik Kepentingan: Transparansi dapat mencegah program CSR hanya menguntungkan pihak tertentu atau perusahaan besar saja.

Implikasi Hukum Ketidakterbukaan Pengelolaan Dana CSR

1. Pelanggaran Prinsip Good Governance
Tidak transparannya pengelolaan dana CSR melanggar prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Hal ini juga bertentangan dengan aturan seperti:

  • Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
  • Informasi Publik, yang mewajibkan instansi pemerintah untuk membuka informasi terkait pengelolaan dana publik.
  • Prinsip dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menekankan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah.

2. Potensi Penyalahgunaan Wewenang

a. Jika pemerintah menggunakan dana CSR untuk tujuan pribadi atau kelompok tertentu, ini bisa termasuk dalam tindak pidana korupsi.

b. Penyalahgunaan wewenang diatur dalam:

  • Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur penyalahgunaan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

3. Tuntutan Perdata oleh Perusahaan
Perusahaan yang menyerahkan dana CSR kepada pemerintah bisa menggugat jika dana tersebut tidak digunakan sesuai perjanjian atau tidak mencapai sasaran yang disepakati.

4. Protes Masyarakat dan Penyelidikan Publik
Ketidaktransparanan dapat memicu protes masyarakat dan penyelidikan oleh LSM atau media. Hal ini dapat merusak reputasi pemerintah daerah.

Apakah Pengelola Dana CSR Dapat Dikenakan Sanksi?

Sanksi Pidana

Penyalahgunaan dana CSR oleh pemerintah dapat dikenakan sanksi pidana jika memenuhi unsur-unsur tindak pidana tertentu, seperti:

1. Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001):

  • Pasal 2 Ayat (1): Penyalahgunaan dana CSR untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.
  • Pasal 3: Penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara.
    Hukuman: Penjara 1-20 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.

2. Pemalsuan Dokumen (Pasal 263 KUHP):
Jika terjadi pemalsuan laporan penggunaan dana CSR untuk mengelabui pihak tertentu.

3. Tindak Pidana Penggelapan (Pasal 372 KUHP):

  • Jika dana CSR disalahgunakan untuk kepentingan di luar tujuan yang telah ditetapkan.

Sanksi Administratif

Jika tidak terbukti melakukan tindak pidana, pengelola dana CSR dapat dikenakan sanksi administratif, seperti:

1. Peringatan Tertulis dari pemerintah pusat atau lembaga pengawas.

2. Pembekuan Kegiatan pengelolaan dana CSR.

3. Pencabutan Wewenang pengelolaan dana CSR oleh pemerintah daerah.

4. Tuntutan Ganti Rugi: Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, pejabat yang melanggar ketentuan administratif dapat diminta mengganti kerugian.

Langkah Pencegahan dan Rekomendasi

1. Peningkatan Transparansi:

  • Publikasikan laporan dana CSR secara berkala melalui situs resmi pemerintah atau media massa.
  • Lakukan audit independen atas dana CSR yang dikelola.

2. Pengawasan Ketat:

  • Bentuk komite pengawas independen yang melibatkan masyarakat, LSM, dan akademisi.
  • Lakukan evaluasi berkala terhadap efektivitas program CSR.

3. Partisipasi Masyarakat:

  • Libatkan masyarakat terdampak dalam perencanaan dan pengawasan pelaksanaan program CSR.

4. Sanksi Tegas:

  • Terapkan sanksi yang jelas terhadap pihak yang terbukti melanggar aturan pengelolaan dana CSR.

Yurisprudensi Terkait Transparansi dan Pengelolaan Dana CSR

1. Putusan Mahkamah Agung Nomor 537 K/Pid.Sus/2013

  • Isi Putusan: Majelis hakim menyatakan bahwa dana CSR yang dikelola oleh pemerintah harus digunakan sesuai perjanjian dan tujuan perusahaan. Penyimpangan penggunaan dana CSR oleh pejabat dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi.

2. Putusan Mahkamah Agung Nomor 46 PK/Pid.Sus/2017

  • Isi Putusan: Dana CSR dianggap sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan, sehingga pemerintah yang mengelolanya harus menjamin pelaksanaannya tepat sasaran. Penyalahgunaan wewenang yang merugikan kepentingan masyarakat dikenai sanksi pidana.

3. Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 47/Pid.Sus/2018/PN Bdg

  • Isi Putusan: Terdakwa dinyatakan bersalah atas pemalsuan dokumen CSR. Putusan ini menegaskan pentingnya laporan yang transparan dalam pengelolaan dana CSR.

Kesimpulan

Transparansi dalam penggunaan dana CSR oleh pemerintah adalah kewajiban yang harus dijalankan untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan menghindari pelanggaran hukum. Ketidakterbukaan dapat berujung pada konsekuensi pidana maupun administratif, tergantung pada tingkat kesalahan yang dilakukan. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan pengelolaan dana CSR dilakukan secara akuntabel, transparan, dan melibatkan masyarakat untuk memaksimalkan manfaatnya.

Daftar Pustaka

1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Pasal 74 tentang CSR).

3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.

6. Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik.

7. Kartasasmita, G. (2013). Good Governance dan Pembangunan Daerah. Jakarta: Gramedia.

8. Sihombing, J. (2018). Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia: Tinjauan Hukum dan Praktis. Bandung: Pustaka Hukum.

9. Situs Resmi Mahkamah Agung RI (www.mahkamahagung.go.id) untuk akses yurisprudensi.

10. Situs Komisi Pemberantasan Korupsi (www.kpk.go.id) terkait kasus korupsi dana CSR.