Oleh: Haryoko R. Wirjosoetomo*
============================
ADA hal menarik yang saya temukan dalam Expert Sharing tentang Literasi Digital di kantor Kementerian Kominfo beberapa waktu lalu, dimana saya menjadi salah satu pembicaranya.
Seluruh hadirin di ruang pertemuan tersebut adalah sarjana dari berbagai Universitas ternama di Indonesia. Tentu saja mayoritas hadirin adalah Alumni Universitas Gadjah Mada, karena acara tersebut sebenarnya digagas _hanya untuk anggota grup Kagama Virtual_ saja.
Jika pada akhirnya mengundang peserta dari luar grup, semata karena Kementerian Kominfo tertarik dengan materi yang akan kami sharingkan dan memutuskan untuk menanggung seluruh biaya pelaksanaannya.
Nah, apa yang menarik bagi saya?
Ternyata 100-orang lebih di ruangan tersebut, bahkan sesama Pembicara lain juga, tidak menyadari bahwa sebagian terbesar status-status atau meme-meme di media-sosial yang menimbulkan kontroversi memang di-desain secara khusus untuk memicu perdebatan, percekcokan, silang sengkarut orang ramai.
Targetnya menciptakan Segregasi Sosial berdasarkan kelompok; membangun dan mengentalkan sikap ingroup-outgroup dalam masyarakat.
Tujuan akhirnya?
Menciptakan Kelompok Pendukung politik yang fanatik, pemarah dan ‘Kebal terhadap Data dan Fakta’ yang disodorkan kepadanya.
Kok bisa? Bisa saja …, bisa sekali!
Dengan cara bagaimana?
Menggunakan teknik Hypnowriting!
Bagaimana saya bisa bicara demikian?
Karena saya mengetahui teknik tersebut, menguasainya dengan baik dan sudah lama menggunakannya untuk keperluan wawancara investigasi.
Pertanyaan berikutnya, “Siapa orang-orang yang menggunakan Teknik Hypnowriting di atas?”
Para Cyber-Army kedua kubu-politik yang bersaing, baik di kubu-Pemerintah maupun Oposisi!
Mereka (para Cyber Army), bisa relawan, bisa pula orang profesional, tentara-Cyber sewaan, Cyber-Mercenaries.
Apa yang disasar?
CROC BRAIN manusia, dimana Security/Insecurity Feeling berada.
Kedua jenis perasaan tersebut adalah Basic Instinct, Landasan Survival Spirit Manusia.
Cara menguliknya bagaimana?
Dengan mendesain narasi-narasi dan gambar-gambar yang disisipi Pesan Subliminal, yakni ‘Pesan Tersembunyi’.
Pesan tersembunyi tersebut berupa Pesan yang tidak akan ditangkap oleh Neo-Cortex di mana pikiran Kritis dan Logika berada, namun langsung menusuk ke Croc Brain!
Contoh nyata,
Apa (yang jadi) target menggembar-gemborkan isu 10 juta naker-Cina masuk ke Indonesia?
Rasa takut kehilangan pekerjaan, rasa takut tidak-kebagian lapangan kerja, rasa takut menganggur.
Konsekuensinya?
Reaksi-Primitif pun akan langsung terpicu pada saat Croc Brain merasa terancam.
Dan hampir semua orang tidak paham, bahwa REAKSI PRIMITIF CROC BRAIN TIDAK DAPAT DIHADAPI DENGAN DATA.
Silahkan Anda berbusa-busa menyangking Data satu gerobak dari sumber-sumber yang kredibel …, percumaaa Saudara … Kenapa?
Karena, DATA, hanya bisa dicerna oleh otak modern, Neo Cortex, bukan oleh Croc Brain.
Jadi, terjawab sudah keheranan Anda soal kebal-data itu kan?
Lalu bagaimana menghadapinya?
Silahkan sajikan Data, ga masalah.
Hanya saja sejak sekarang, sebaiknya Anda mesti membangun kesadaran bahwa Data tersebut tidak untuk mereka yang kebal data!
Tapi untuk memelihara kewarasan orang lain yang masih mengedepankan Neo Cortex-nya untuk berpikir.
Itu target yang harus Anda bidik.
Haryoko R. Wirjosoetomo:
“Tulisan ini pada awalnya saya buat khusus untuk kerabat Kagama Virtual.
Atas permintaan rekan-rekan grup tersebut, saya tulis di wall pribadi agar bisa di share kepada kerabat lain yang bukan alumni UGM.”
Mulai ngerti kan kita kenapa orang-orang pinter bisa kena hal-hal yang gak masuk akal?!?!
=============================