MonWnews.com, Surabaya – Miris, disaat Pemkot Surabaya berusaha terus menerus mengentas kemiskinan (stunting), ada pasangan suami istri (pasutri) muda warga Surabaya Rozi dan Ayu, harus hidup tanpa aliran arus listrik selama empat tahun terakhir. Keterbatasan ekonomi, jadi alasan mereka tetap bertahan tinggal dalam kondisi serba gelap, terlebih malam hari.
Ayu (20 tahun) dan suaminya Rozi (23 tahun) menikah sejak 2018 dan dikaruniai dua orang anak yang masih balita. DE (3 tahun) dan DA (2 tahun). Mereka tinggal di rumah peninggalan orang tua Ayu, kawasan Kelurahan Airlangga, Kecamatan Gubeng, Kota Surabaya.
Tahun 2018 itu juga menjadi yang terakhir kalinya rumah Ayu dialiri listrik. Meteran listriknya dicabut PLN karena tak mampu membayar tunggakan yang mencapai puluhan juta.
“Nggak tahu, setahuku tinggal Rp22 jutaan waktu itu dari sebelumnya puluhan juta. Pas listrik gak ada, ayah sama mama ada. Aku juga bingung, setahuku diputus ayah minta keringanan di PLN akhirnya boleh dicicil sebulan sejuta. Akhirnya sudah gak ada uang lagi, simpanannya juga dipakai nyicil itu,” ujar Ayu sambil menyeka air matanya, sebagaimana dilansir suarasurabaya.net, Jumat (9/12/2022).
Setahun lalu, kedua orang tuanya bercerai dan meninggalkan rumah. Sementara suami Ayu hanya pekerja di salah satu kedai makanan dengan gaji sekitar Rp1 juta. Sehingga mereka tetap tinggal meski tanpa listrik.
Ayu menyebut tidak pernah mendapat bantuan lagi dari pemerintah sejak kepergian orang tuanya.
“Beberapa tahun gak ada yang lihat aku. RT juga bilang belum ada asesmen gitu aja. Baru ini ada yang mau lihat saya, selama ini gak ada,” tutur Ayu seketika tangisnya pecah.
Sehari-hari, untuk mencukupkan gaji sang suami, kedua anaknya sering diberi makan hanya dengan nasi dan telur. Sementara dia dan Rozi terkadang hanya makan sekali sehari.
“Kendaraan gak ada. Saya jalan kalau gak ya ada sepeda mini itu buat belanja ke pasar. Suami kerja, jalan kaki,” jelasnya.
Melihat kondisi itu, Imam Syafi’i Anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya prihatin. Dia berharap tidak ada warga lain di Surabaya yang masih seperti Ayu dan Rozi, kebutuhan dasar listrik saja tidak punya.
“Kita ambil hikmahnya. Kita tahu air dan listrik ini kebutuhan dasar manusia. Selain bantuan pangan kebutuhan soal PDAM tapi nanti kan pemkot mau menggratiskan untuk warga miskin. Dan listrik karena menyangkut institusi lain saya yakin pemkot punya solusi,” ucap Imam.
Termasuk kondisi kedua anak pasutri yang sudah masuk kategori kurang gizi. Pelayanan posyandu dinilai tidak maksimal. Banyak data yang tidak ditulis sehingga tidak ada kepastian apakah balita tersebut tergolong stunting.
“Juga tadi saya ajak KSH kelurahan hadir. Ternyata anak ini didaftarkan sebagai kurang gizi. Ini masih dicek lagi karena dari buku selama ini misalnya setiap bulan ada penimbangan bayi, banyak data yang tidak ditulis jadi grafik (pengukurnya) tidak ada. Harapannya mereka bisa keluar dari stunting beri susu dan sebagainya, kan ini cuma dikasih biskuit,” kata Imam di lokasi.
Secara terpisah, Evi Andriani Lurah Airlangga mengaku baru tahu dua hari lalu dan langsung menindaklanjuti.
“Sudah saya proses dari kelurahan. Dari Rabu (7/12/222) itu pihak KIM menginformasi, kita langsung turun. Ke Baznas masih ada kecamatan, harus dari kecamatan. Udah langsung saya serahkan hari itu,” ujar Evi.
Eko Kurniawan Camat Gubeng mengaku langsung mengunjungi rumah Ayu dan Rozi. Persoalan listrik, ia janji akan segera teratasi.
“Dari PLN segera dipasang meternya. Sementara kita minta tetangga yang masih saudara untuk nyalurkan listrik ke Ayu sampai listrik dipasang PLN. Sudah saya hubungi (PLN) segera dipasang,” ujar Eko, Jumat (9/12/2022) malam.
Dia juga berkomunikasi dengan dinas sosial untuk mengupayakan pencairan bantuan bagi keluarga Rozi dan Ayu.
“Saya usulkan ke dinsos untuk dapat bantuan BLT cukai tembakau yang Rp900 ribu. Tadi juga sudah dikasih sembako,” imbuhnya.
Bantuan lain, administrasi kependudukan, hingga perbaikan rumah yang sudah tidak layak, sedang diusahakan.
“Akta kematian nenek dan akta lahir kedua putra, kita akan segera ikutkan nikah massal yang resmi di pemkot. Rutilahu menyusul akan kita ajukan ke Baznas,” jelas Eko.
Ia mengaku baru tahu kondisi Ayu dan suaminya lantaran selama ini tidak dapat laporan dari RT maupun RW. Terakhir beberapa tahun lalu saat Ayu hamil muda dan di bawah umur, dianggap masih memiliki orang tua, sehingga tidak lagi memantau perkembangannya.
“Waktu itu sudah, tapi waktu itu hamil muda dan ada orang tuanya tapi perkembangan nggak ngikuti sampai ortunya cerai nggak tahu kabarnya. Saudaranya di sebelah rumah juga RT ndak lapor ke kita perkembangannya setelah hamil di luar nikah di bawah umur. (Listrik) baru saja, ndak (2018) kok. Semoga cepat, lah, ini PLN-nya,” pungkasnya. (enha**)