MonWnews.com, Surabaya – Semangat Hari Pahlawan masih terasa di Kampung Dupak Magersari, Kelurahan Jepara, Surabaya. Tidak hanya Field Trip keliling Surabaya, Sanggar Belajar Kampung Pinggir Rel (Kapirel) juga mengenalkan tanggap bencana kepada anak-anak.
“Di Sanggar Belajar Kapirel, kami berusaha memberikan ruang belajar untuk adik-adik supaya bisa berkarya, mengasah keterampilan dan sebagai penunjang kegiatan belajar di sekolah mereka.” Ujar Oktaviana Alfazriyah, koordinator pengajar Sanggar Belajar Kapirel, Minggu (27/11).
Sanggar Belajar Kapirel ini merupakan hasil kolaborasi dengan Yayasan Dreamdelion Indonesia yang diinisiasi oleh Oktaviana Alfazriyah, Athiu Izzatillah T., Rizky Amalia, Evi Indra Sari, dan Maulida Amasari. Sanggar Belajar ini diikuti oleh anak-anak di RW IX Kampung Dupak Magersari, Surabaya.
“Di bulan November ini kami berkolaborasi dengan teman-teman ITS Mengajar untuk mendampingi adik-adik selama kegiatan Field Trip dan juga mengajar di kelas. Program kami bersifat kontekstual dan tematik sehingga lebih mudah diterima oleh anak-anak jenjang SD,” terang Okta.
“Kegiatan kami juga mendapatkan dukungan yang baik dari warga dan orang tua. Kami berusaha agar Sanggar Belajar Kapirel ini bisa menjadi wadah penyaluran kreasi dan pengembangan diri anak-anak disini yang memiliki keterbatasan akses ruang bermain dan juga tambahan pendidikan keterampilan hidup,” lanjutnya.
Dalam rangka hari Pahlawan, anak-anak peserta sanggar diajak untuk mengeksplorasi sembari berjalan-jalan dan bermain di berbagai titik di Surabaya. Bertolak dari Kampung Dupak, peserta field trip kemudian diajak untuk mengunjungi Museum Pendidikan Surabaya, lalu bermain dan belajar di Sekolah Murid Merdeka (SMM), dan diakhiri dengan bereksplorasi di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.
Anak-anak terlihat bersemangat menuangkan kreativitas mereka dalam membuat yel-yel, sekaligus menjelajah Museum Pendidikan sambil menjalankan “misi kecil” yang perlu mereka selesaikan. Disini peserta diajak untuk peduli dan lebih mengenal satu sama lain dan juga mempererat team bonding dari masing-masing kelompok.
Setelah berkenalan dengan Museum Pendidikan, peserta melanjutkan eksplorasinya ke Sekolah Murid Merdeka (SMM) Surabaya. Di sini, anak-anak diajak untuk menulis surat kepada sahabat, saudara, atau orang-orang terdekat mereka.
Selanjutnya, bersama pendamping dan panitia yang bertugas di sana, anak-anak juga berkreasi dengan membuat kerajinan tangan menggunakan stik eskrim. Di tiap akhir sesi kegiatan, tiap peserta juga akan mendapat stiker sebagai tanda penyelesaian misi.
Peserta mempraktikkan keterampilan literasi yang sudah dipelajari sebelumnya. Yakni mengasah kreativitas, membuat karya berkelompok, dan juga melatih kemampuan komunikasi peserta melalui presentasi kelompok dan pemberian umpan balik antar kelompok.
Puas belajar dan berkreasi di SMM, peserta field trip kemudian melanjutkan perjalanan mereka ke kampus ITS Surabaya. Menurut Rizky Amalia, ketua Pelaksana Fieldtrip, destinasi ini dipilih untuk memberi motivasi dan semangat kepada anak-anak untuk melanjutkan pendidikan mereka hingga ke jenjang yang lebih tinggi.
Di ITS, anak-anak berkumpul di Danau Delapan untuk makan siang bersama, dilanjut kegiatan membuat ecoprint dan menulis pengalaman mereka tentang kegiatan hari ini di kertas masing-masing. Bagi Nidya, relawan pengajar ITS Mengajar, kegiatan field trip ini membuatnya banyak belajar tentang anak-anak dan dunianya.
“Seru banget. Anak-anak juga antusias dan mudah diatur. Aku juga kagum sama pengetahuan umum mereka. Tadi Aida (relawan pengajar) sempat ngasih tebakan, ‘Apa nama ibu kota Jepang?’ Terus ada yang langsung jawab, ‘Tokyo!’ gitu,” katanya.
Rangkaian kegiatan hari Pahlawan ditutup dengan pengenalan mitigasi tanggap bencana. Anak-anak diajak mengidentifikasi jenis-jenis bencana dan bagaimana cara penyelamatan diri yang sesuai menggunakan board game. Mereka juga diajak untuk berpikir kritis dan memberikan umpan balik dari beberapa kisah nyata bencana yang pernah terjadi di Indonesia.
“Kampung Dupak Magersari merupakan kawasan yang padat penduduk, sehingga jika terjadi kebakaran atau angin puting beliung maka sebaiknya adik-adik sudah memahami cara penyelamatan diri. Ditambah dengan melihat berita-berita kemarin, banyak korban bencana alam anak kecil, dimana mereka sendiri masih belum tau bagaimana bersikapnya, keburu shock nangis aja begitu. Sedangkan nalurinya org dewasa, memang menyelamatkan dirinya sendiri. Jadi saya kira adik-adik perlu juga wawasan penyelamatan diri sendiri,” ujar Fathyah, ST, MT, Asisten Dosen Teknik Lingkungan ITS, selaku pemateri tanggap bencana.
“Saya sangat senang anak saya memiliki kemajuan belajar dan pengetahuannya bertambah sejak mengikuti program di Sanggar Kapirel, dia sekarang lebih aktif, lebih banyak tahunya dan kalau ditanya itu lebih percaya diri, bisa langsung jawab,” ujar Ibu Suhana, orang tua salah satu peserta sanggar.
“Kami berharap, program Sanggar Belajar Kapirel ini bisa lebih dikenal warga Surabaya dan dapat lebih memberikan dampak kepada anak-anak di bantaran rel khususnya di kampung Dupak Magersari. Kami selalu update kegiatan kami di @sanggarbelajarkapirel,” tutup Oktaviana.