Oleh: Dr. Ivida Dewi Amrih Suci, S.H., M.H., M.Kn.*
===============================
PENUNDAAN Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah suatu pranata hukum dalam kepailitan. PKPU adalah suatu bagian dari proses kepailitan yang seharusnya dipakai sebagai Lembaga perdamaian yang disiapkan oleh Undang-Undang Kepailitan, pranata hukum ini adalah sarana dalam hukum acara kepailitan yang dipakai oleh debitor atau kreditor untuk menyelesaikan perkara berdasarkan penyelesaian perkara secara kekeluargaan. Prinsip ini merupakan nilai-nilai yang dipunyai oleh bangsa Indonesia.
Jika dianalisa secara mendalam apakah Lembaga perdamaian PKPU ini telah sesuai dengan prinsipnya. Jika telah mencapai prinsip perdamaian seharusnya pula banyak perkara-perkara kepailitan dapat terselesaikan tanpa pendapat miring tentang pranata hukum ini, yang dianggap terlalu kejam dan menakutkan, atau bahkan dipakai sebagai alat untuk kepentingan sepihak dalam pelaksanaannya.
Secara prinsip ada dua pola PKPU yakni pertama, PKPU yang merupakan tangkisan bagi debitur terhadap permohonan kepailitan yang diajukan oleh kreditornya. Kedua, PKPU atas inisiatif sendiri debitur yang memperkirakan dia tidak mampu membayar utang-utangnya kepada kreditur. Dengan melihat pola PKPU ini, maka dari sudut kepentingan apa kreditur mengajukan PKPU dalam Pasal 222 ayat (3) dinyatakan bahwa, kreditur yang memperkirakan bahwa debitur tidak dapat melanjutkan pembayaran utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada debitur diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan debitur mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditornya.
Berdasarkan Pasal 281 ayat (1) rencana perdamaian dapat diterima berdasarkan persetujuan lebih dari 1/2 jumlah kreditor. Hal ini perlu dianalisa kembali bahwa kata “perdamaian dapat diterima atas dasar persetujuan” berdasarkan makna persetunjuan adalah sepakat; semupakat; sependapat.
Lembaga perdamaian dalam PKPU harus didorong untuk dapat mencapai prinsip perdamaian karena Lembaga ini telah disiapkan sebelum adanya putusan pailit. Jika Lembaga perdamaian ini dapat dilaksanakan maka sementara dapat menunda kepailitan, misalnya dengan penjadwalan ulang (rescheduling) ataupun restrukturisasi (restructuring) utang debitur dengan negosiasi-negosiasi menuju perdamaian. Hal inilah yang seharusnya dilakukan dalam permasalahan kepailitan.
Dalam pelaksanaannya diperlukan kebijakan masing-masing debitur ataupun kreditur untuk mencapai kata mufakat atau penyelesaian secara kekeluargaan, oleh kedua belah pihak apalagi Undang-Undang Kepailitan telah menyediakan sarana/pranata hukumnya. Jika Lembaga perdamaian PKPU dapat dimaksimalkan akibat banyaknya permohonan pailit pada masa pandemi ini, maka kebijakan-kebijakan lainnya terkait dengan penundaan utang tidak diperlukan lagi, kebijakan tentang moratorium.
Terdapat satu konsep hukum yang ditemukan oleh penulis salah satunya dapat mendorong keberhasilan Lembaga perdamaian PKPU agar tercipta keadilan kedua belah-pihak debitur dan kreditur, yaitu dengan penetapan hakim pengawas terhadap Daftar Piutang Tetap (DPT) didalam PKPU selanjutnya disebut DPT-PKPU. Makna DPT-PKPU adalah tindakan sepihak yang menentukan kaedah hukum konkrit yang berlaku khusus, dari bentuk permohonan dan hasil pemeriksaan pengadilan yang bersifat voluntair, berkenaan dengan atau mengenai catatan sejumlah uang yang dipinjamkan dari dan dipinjamkan kepada orang lain dimana catatan tersebut tidak berubah keaadaannya atau sudah pasti, dan telah melalui proses pencocokan piutang dalam rangka suatu perdamaian dalam ranah hukum acara PKPU. Hal ini telah sesuai dengan Makna ini jika di kaitkan dengan hukum kepailitan khususnya PKPU sudah dapat diakui kebenarannya, karena tujuan proses PKPU adalah mengupayakan perdamaian untuk penyelesaian utang yang di perkirakan baik oleh debitur ataupun kreditur di mana debitur tidak akan sanggup melakukan pembayaran baik sebagian atau seluruhnya. Kebenaran dalam ranah PKPU ini menyangkut lembaga perdamaian yang mengupayakan tercapainya prinsip penyelesaian utang dan prinsip perdamaian.
Terobosan hukum atas kekuasaan yang dimiliki kurator dalam kepailitan untuk mengedepankan lembaga perdamaian demikian pula tercapai prinsip kepastian hukum, prinsip perdamaian, prinsip peradilan cepat, prinsip penyelesaian piutang, prinsip manfaat serta prinsip keadilan.
Selain makna yang dianalisa adalah, tentang kewenangan Lembaga pembuat penetapan yang ada dalam PKPU yaitu hakim pengawas, dan pemegang kewenangan yang menggunakan/melaksanakan penetapan tersebut yaitu kurator. Terlebih dahulu perlu mengetahui tentang lahirnya Daftar Piutang Tetap (DPT). DPT adalah hasil dari proses dalam PKPU melalui proses pencocokan piutang antara debitur dan kreditor, kemudian dari hasil pencocokan tersebut telah melalui proses negosiasi oleh kedua belah pihak. Untuk supaya benar-benar menjunjung tinggi nilai perdamaian. Kedua belah pihak harus Bersama-sama bersikap legawa (menerima) kondisi sesuai dengan prinsip-prinsip perdamaian tanpa merugikan para pihak. Tidak terdapat etiket tidak baik yang menjadikan saran ini justru sebagai sarana untuk mempercepat terjadinya pailit. Hal ini dikarenakan jika proses PKPU dilakukan pada saat persidangan pailit, tidak dapat berjalan dengan baik dan didalam negosiasinya terjadi deadlock, tidak adanya kesesuaian pendapat akibat permohonan PKPU tersebut, maka hal itu justru berakibat putusan pailit secara langsung. Oleh karenanya etiket baik dalam permohonan pailit harus pula diutamakan.
Penetapan DPT-PKPU yang ditetapkan oleh hakim pengawas sesuai dengan pasal 91 Undang-Undang Kepailitan, yang menyatakan bahwa:
“Semua penetapan mengenai pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit ditetapkan oleh pengadilan dalam tingkat terakhir, kecuali Undang-Undang ini menentukan lain”.
Ditegaskan dalam penjelasan dalam pasal ini yang menyatakan bahwa yang ditetapkan oleh hakim pengawas adalah tentang penetapan administratifnya saja, sedangkan penetapan yang mempunyai nilai sengketa ditetapkan oleh pengadilan tingkat akhir. Dengan demikian penetapan dalam hukum kepailitan ini hakim pengawas mempunyai kewenangan-kewenangan yang bersifat administratif saja, yang mana penetapan administratif ini sangat berguna untuk jalannya pelaksanaan dari proses pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Jika dikaitkan dengan pasal 228 ayat (3) Undang-Undang Kepailitan tentang perdamaian, maka penetapan hakim pengawas terhadap DPT-PKPU sudah sangat tepat.
Penetapan hakim pengawas terhadap DPT-PKPU selain memberikan kepastian hukum dan manfaat bagi debitor dan kreditor, menurut teori Gustav Radbruch bahwa kepastian hukum dan manfaat adalah bagian dari keadilan. Mengapa demikian, secara kewenangan penetapan hakim pengawas terhadap DPT-PKPU dibuat oleh Lembaga yang berwenang dalam Lembaga PKPU yaitu hakim pengawas. Maka penetapan ini dapat dijadikan dasar dalam proses selanjutnya yaitu pasca putusan pailit, dan merupakan alat bukti yang sah atau autentik jika di bawa ke pemeriksaan pengadilan.
Dikatakan mempunyai manfaat untuk debitor dan kreditor yaitu, bahwa penetapan hakim pengawas terhadap DPT-PKPU adalah benar-benar nilai piutang yang tetap, yang tidak diubah lagi jika terjadi proses selanjutnya yaitu pailit. Dengan dibuatnya penetapan oleh hakim pengawas terhadap DPT-PKPU tersebut maka akan mendorong kreditor-kreditor lain untuk ikut serta dalam proses perdamaian PKPU, karena hasil dalam perdamaian PKPU tersebut bersifat tetap dan tidak akan berubah lagi jika terdapat proses selanjutnya (pailit) dalam tiga ajaran umum Gustav Radbruch bahwa tujuan hukum adalah keadilan, maka nilai kepastian hukum dan nilai manfaat yang merupakan instrument dari keadilan, sehingga nilai-nilai keadilan akan terwujud pula. Oleh karenanya penetapan hakim pengawas terhadap DPT-PKPU yang lahir dari nilai-nilai perdamaian pada saat pencocokan piutang PKPU serta mempunyai nilai kepastian hukum karena ditetapkan oleh Lembaga yang berwenang serta mempunyai nilai manfaat sehingga nilai keadilan menjadi terwujud.
Selain prinsip kepastian hukum prinsip manfaat yang menuju ke prinsip keadilan. Penetapan hakim pengawas terhadap DPT-PKPU ini juga terkandung prinsip sistemik hukum PKPU dan pailit jika dianalisis menggunakan teori sistemik hukum Keesschuit ada 3 unsur yaitu; unsur idiil adalah tentang makna karena hukum itu adalah tentang makna-makna, kedua adalah unsur operasionil, yaitu tentang kewenangan-kewenangan pembuat penetapan, serta unsur aktuil, yaitu putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde). Putusan pengadilan merupakan penemuan hukum hakim (rechtfinding) melalui pertimbangan hukum hakim (ratio decidendi). Dengan menganalisis menggunakan pisau analisis teori Keesschuit maka ditemukan hubungan hukumnya secara sistemik antara PKPU dan pailit. Selain putusan hakim tersebut di atas penelitian para ahli dapat pula menemukan hukumnya dapat pula disebutkan sebagai doktrin karena penemuan hukumnya melalui Analisa-analisa dengan menggunakan suatu pisau analisis dalam suatu teori.
Penetapan hakim pengawas terhadap DPT-PKPU dalam unsur maknanya telah diuraikan di atas yaitu, merupakan daftar piutang tetap atas catatan sejumlah uang yang dipinjamkan dari dan yang dipinjamkan kepada orang lain, dimana catatan tersebut tidak berubah keaadaannya atau sudah pasti dan telah melalui proses pencocokan piutang dalam rangka suatu perdamaian dalam ranah PKPU. Unsur kedua yaitu unsur operasionil telah diuraiakan di atas, bahwa secara kewenangan penetapan hakim pengawas terhadap DPT-PKPU dibuat oleh hakim pengawas yang berdasarkan pasal 91 Undang-Undang kepailitan mempunyai kewenangan administratif membuat penetapan. Serta diperjelas dalam pasal 92 Undang-Undang Kepailitan menguatkan kedudukan hakim pengawas, karena pendapat hakim pengawas di dengar oleh hakim pemutus. Unsur ketiga adalah unsur aktuil, unsur ini dikonstruksikan dari putusan pengadilan niaga yang terkait dengan hukum kepailitan, dalam pemeriksaan-pemeriksaan pengadilan niaga, yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde), dapat ditemukan hukumnya dengan penemuan hukum hakim di mana alasan-alasan hakim membuat putusan dari pertimbangan hukum hakim (ratio decidendi).
Prinsip sistemik PKPU dan pailit adalah Ketika perdamaian PKPU tidak tercapai sehingga mengakibatkan adanya putusan pailit. Pada tahap verifikasi yaitu tahap pencocokan piutang setelah putusan pailit, penetapan hakim pengawas terhadap DPT-PKPU yang lahir dari negosiasi perdamaian debitor kreditor dapat dipergunakan supaya kurator tidak menghitung ulang dalam ranah ini. Hal ini dapat memangkas formalitas-formalitas pada tahap pencocokan piutang setelah putusan pailit.
Kurator adalah suatu Lembaga yang diangkat oleh pengadilan dalam putusan pailit. Lembaga ini berdasarkan pasal 69 berwenang dan bertugas untuk mengurus dan/atau membereskan harta pailit. Salah satu kewenangan kurator dalam kepailitan adalah mencocokkan piutang, kewenangan kurator dalam ranah ini menentukan hasil diterima atau dibantahnya suatu utang kreditor.
Kewenangan kurator dalam putusan pailit sangat besar, ada 3 tahap kewenangan kurator yaitu; tahap inventarisasi, tahap verifikasi, dan tahap pemberesan akhir pailit. Oleh karena banyaknya tugas kurator dalam hukum kepailitan, maka sangat diperlukan sistem yang mempermudah daya kerja kurator dalam hal ini untuk mencapai prinsip peradilan cepat.
Konsep sistemik antara PKPU dan pailit ini, adalah tentang digunakannya penetapan hakim pengawas terhadap DPT-PKPU dalam ranah pencocokan piutang pasca putusan pailit. Manfaat hukumnya adalah terdapat terobosan hukum untuk mempercepat daya kerja kurator dan memangkas formalitas-formalitas yang sebenarnya tidak diperlukan lagi, Dengan tidak menghitung ulang Daftar Piutang Tetap (DPT) dengan adanya penetapan hakim pengawas tersebut. Hal inilah yang akan mendorong pula semangat kreditur untuk ambil bagian dalam proses perdamaian pada PKPU. Demikian pula menghindari anggapan debitor dan kreditor bahwa pada ranah pasca putusan pailit DPT akan dihitung Kembali. Dengan memberikan rasa aman bagi kreditor dan debitor terhadap DPT-PKPU yang tidak dihitung ulang dengan adanya penetapan hakim pengawas tersebut maka telah memberikan kepastian hukum bagi debitor dan kreditor.
Jika dalam pencocokan piutang pasca putusan pailit ada kreditor tambahan maka hal itu adalah resiko dari kreditur yang tidak aktif dalam Lembaga perdamaian PKPU. Lembaga perdamaian PKPU adalah suatu Lembaga yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia yaitu asas penyelesaian perkara secara kekeluargaan untuk mencapai mufakat, yang mana prosesnya melalui negosiasi-negosiasi kedua belah pihak, dan jika berhasil maka akan menghasilkan pula kata mufakat. Prinsip perdamaian inilah yang diinginkan dalam Lembaga perdamaian PKPU pada pranata hukum yang telah disediakan oleh Undang-Undang Kepailitan.
Prinsip sistemik PKPU-pailit itu sendiri adalah menghubungkan hasil proses kerja pada PKPU ke dalam pailit (pasca putusan pailit), sehingga hasil PKPU tidak terputus begitu saja dengan proses pailit. Ada manfaat hukum dari hasil PKPU terhadap kepailitan serta ada manfaat pula bagi kreditor dan debitor terhadap Daftar Piutang Tetap (DPT) yang tidak dihitung ulang dalam ranah kepailitan, dimana DPT-PKPU lebih tinggi nilainya karena dari hasil perdamaian. Demikian pula dapat mendorong semangat perdamaian dari debitor dan kreditor untuk ikut ambil bagian dalam Lembaga perdamaian PKPU.
Banyak prinsip yang terkandung dalam pelaksanaan penetapan hakim pengawas terhadap DPT-PKPU, yaitu prinsip kepastian hukum, rasa aman bagi kreditor dan debitor, prinsip perdamaian, PKPU mengedepankan perdamaian karena yang melakukan perdamaian adalah para pihaknya sendiri yaitu debitor dan kreditor, prinsip peradilan cepat, membantu daya kerja kurator dengan memangkas formalitas-formalitas dengan adanya penetapan hakim pengawas tersebut, prinsip penyelesaian utang yang cepat serta prinsip sistemik hukum PKPU-pailit yang kesemuanya bermuara pada prinsip keadilan. Yang mana hal ini menurut Gustav Radbruch bahwa kepastian hukum dan manfaat adalah merupakan instrument dari keadilan.
Konsep atau gambaran yang di maksud di sini adalah konsep tentang kekuatan mengikat penetapan hakim pengawas terhadap DPT-PKPU.
Konsep hukum tetang kekuasaan penetapan hakim pengawas terhadap DPT-PKPU yang harus di tepati dalam pelaksanaannya. Dasar dari kekuasaan yang harus di tepati tersebut di konstruksikan secara hukum, kekuasaan dari peraturan-peraturannya harus di analisa secara benar dan valid, begitu pula tentang penggabungan kekuasaan hakim pengawas dan kurator harus sejalan di dalam penerapan hukumnya, karena konsep ini adalah tentang sarana hukum yang harus di tepati. Oleh karena nya konsep hukum ini tentang penetapan hakim pengawas terhadap DPT-PKPU selain harus sejalan dengan kekuasaan dengan kekuasaan kurator harus pula mempunyai kepastian hukum serta sesuai dengan prinsip keadilan.
Konsep penetapan Hakim Pengawas terhadap DPT-PKPU juga merupakan daya dorong kuat Lembaga perdamaian dalam PKPU yang telah disediakan UU Kepailitan. Hal ini mendorong pula kreditor dan debitor untuk menggunakan Lembaga Perdamaian ini sesuai nilai-nilai bangsa Indonesia yaitu penyelesaian perkara secara kekeluargaan yang merupakan prinsip perdamaian. Dengan adanya Lembaga Perdamaian ini akan mempercepat proses pencocokan utang pada saat pailit (jika terjadi pailit) dengan tidak menghitung kembali utang-utang yang telah dicocokkan dalam perdamaian PKPU. Oleh karenanya konsep Penetapan Hakim Pengawas terhadap DPT-PKPU yang nantinya akan menjadi sistemik dengan proses kepailitan.
==============================