Hukum  

Renvoi Prosedur Langkah Hukum Kepailitan Dalam Mencapai Keadilan Justiabelen

Oleh: Dr. Ivida Dewi Amrih Suci, S.H., M.H., M.Kn.*

===============================

RENVOI prosedur adalah permohonan pencocokan tagihan piutang oleh kreditor akibat bantahan kurator atas tagihan piutang kreditor sebagai hasil dar pencocokan piutang yang dilakukan kurator dan prosedurnya diserahkan ke pengadilan niaga.

Perkara kepailitan diharapkan sebagai peradilan yang cepat, tetapi pada kenyataannya suatu proses yang memerlukan banyak proses atau formalitas-formalitas.

Persyaratan untuk dipailitkan berdasarkan pasal 2 ayat (1) sangat sederhana yaitu;

“Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.”

Sangat sederhana sekali untuk orang atau badan hukum dinyatakan pailit.

Sebelum permohonan pailit atau selama proses permohonan pailit sebelum putusan, para pihak diberi kesempatan untuk berdamai melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Lembaga pendamai PKPU diharapkan sebagai lembaga yang benar-benar maksimal mengupayakan perdamaian. Jika mengalami kegagalan atau jalan buntu dalam berdamai (deadlock) maka dengan segera putusan pailit dijatuhkan. Dalam hal ini untuk menghindari putusan pailit seharusnya lembaga PKPU semaksimal diupayakan berhasil agar terhindar dari putusan pailit.

Jika ternyata lembaga PKPU gagal maka proses pailit segera dilaksanakan dengan diurus dan/atau dibereskan oleh kurator dengan diawasi oleh hakim pengawas.

Kurator yang mengurus dan/atau membereskan harta pailit mempunyai tiga tahap penyelesaian; pertama, tahap inventarisasi yaitu tahap mencari harta-harta debitur, menginventarisir utang dan piutang, mengamankan harta-harta debitor yang disebut sebagai harta pailit. Kedua, tahap verifikasi yaitu tahap di mana kurator memverifikasi utang dan piutang dari debitor. Untuk utang-utang debitor terdapat banyak macam-macam kreditor. Ada kreditor preferens, kreditor istimewa, kreditor separatis yang kesemuanya mempunyai tingkatan-tingkatan untuk didahulukan utangnya. Kemudian setelah dibagi-bagi jenis kreditornya, maka pada titik akhir adalah mengurus kreditor konkuren yang tidak mempunyai jaminan.

Kreditor konkuren (kreditor tanpa jaminan) pelaksanaan perhitungan hutangnya dengan lebih dahulu mengajukan tagihan piutang dengan alat bukti yang lengkap, dan kurator mencocokkan perhitungan-perhitungan piutang kreditor yang banyak tersebut melalui rapat-rapat kreditor dan pada akhirnya terhadap kreditor konkuren dibuat suatu daftar piutang oleh kurator yang dinamakan daftar piutang yang diterima dan daftar piutang yang dibantah.

Terhadap daftar piutang yang dibantah berdasarkan pasal 127 ayat (1) UU Kepailitan, kreditor dan kurator diberi kesempatan untuk mengajukan permohonan atas dibantahnya tagihan debitor. Tetapi norma pasal 127 ayat (1) UU Kepailitan, menyebut sebagai bantahan; sedangkan renvoi prosedur itu bukanlah suatu bantahan karena tidak sama dengan karakteristik bantahan.

Jika di analisa dari beberapa negara di dunia makna kata renvoi adalah, pada masyarakat ekonomi Eropa (EU Court of Justice) disebut secondary proceeding, hukum Belanda (Dutch Civil Law) menyebut sebagai: The Trustee Up to a Certain Extent. Hukum Italia (Italia Civil Code) menyebut sebagai: The Statement of Claims. Hukum Yunani (III Greece Commercial Code) menyebutkan: Bankruptcy Proceedings and for The Distribution of the Proceed of Liquidation. Hukum Denmark (Danish Bankruptcy Law) menyebutkan sebagai: The Creditor Claim to Have a Preferential Standing, or Have Security for His Claim in the Form of Estate, The Information Must Be Stated when Lodging the Claim. Negara Amerika (Insolvency Practitioners regulations 1190 and the Insolvency Regulation 1986) menyebutnya sebagai prosedur koreksi (renvoi).

Jika dilihat makna katanya seharusnya pasal 127 ayat (1) UU Kepailitan tidak menyebutnya sebagai bantahan tetapi renvoi prosedur. Sehubungan dengan hukum itu adalah tentang makna maka, jika makna salah menyebabkan kesalahan interpretasi terhadap aturan tersebut.

Hukum adalah tentang makna-makna, oleh karenanya hukum dibangun dari sistem makna dan sistem lainnya yang terkait, hal ini akan membawa manfaat menuju ke nilai keadilan. Sesuai dengan teori Kess Schuit (di mana setiap analisa wajib menggunakan teori-teori sesuai metodologi keilmuan hukum) tentang sistem hukum, yang terdapat beberapa unsur-unsur, yaitu: unsur makna, unsur operasional (lembaga yang terkait) dan unsur aktual berfungsinya hukum di masyarakat dengan menganalisa putusan-putusan hakim yang telah memppunyai kekuatan hukum tetap (Inkracht van Gewijsde). Ketiga unsur ini terikat kuat untuk membangun hukum yang sistemis.

Sesuai dengan teori Kess Schuit unsur kedua adalah unsur operasional tentang lembaga yang mempunyai kewenangan mengurus. Dalam hukum kepailitan lembaga yang mengurus adalah kurator dan diawasi oleh hakim pengawas. Kurator lahir dari putusan pengadilan dan hakim pengawas ditunjuk setelah adanya putusan pengadilan.

Tugas kurator adalah mengurus dan/atau membereskan harta pailit, tidak adanya keterkaitan antara kurator dengan debitor atau kreditor, tugas utama kurator hanya berkaitan dengan harta pailit dan tugas hakim pengawas adalah mengawasi jalannya pengurusan dan pemberesan harta pailit.

Unsur ketiga adalah tentang aktual/aktuil, berfungsinya hukum dalam faktanya dengan menganalisa Ratio Decidendi dalam putusan hakim yang Inkracht van Gewijsde. Hukum yang sistemis yang dibangun dari sistem-sistem tersebut harus mempunyai manfaat pada hakekat-nya renvoi prosedur mempunyai nilai keadilan substantif dengan tolak ukurnya adalah lebih mengedepankan asas Doelmatigheid, maksudnya adalah dapat dimaknai bahwa putusan hakim tidak hanya menggunakan referensi hukum positif, tetapi dengan mengutamakan pertimbangan asas kemanfaatan menurut keyakinan hakim guna memulihkan hak para kreditor tersebut.

Peraturan khususnya tentang renvoi prosedur dalam pasal 127 ayat (1) walaupun masih kabur (Vague Norm) tentang sistem maknanya tetapi telah mempunyai nilai kepastian hukum yang dapat menjamin hak dan kewajiban para pihak pencari keadilan (Justiabelen). Dengan norma 127 ayat (1) UU Kepailitan ada sarana hukum yang dapat dipakai sebagai landasan hukum para pencari keadilan untuk mengupayakan keadilan atas daftar piutang yang dibuat dan dibantah untuk meminta kepada pengadilan menghitung ulang pencocokan utang tersebut.

Sesuai teori Gustav Radbruch yaitu tentang tiga ajaran umum nilai kepastian, nilai kemanfaatan yang merupakan komponen dari keadilan telah tercapai, maka norma tersebut telah menjadi norma yang tidak sewenang-wenang dan berguna bagi masyarakat pencari keadilan (Justiabelen) dan kedepan-nya sesuai dengan teori Kess Schuit tentang sistem makna maka perlu diperbaiki makna bantahan pada pasal 127 ayat (1) UU Kepailitan dan diganti dengan makna renvoi prosedur.

Konstruksi norma renvoi prosedur ke depan ideal-nya berdasarkan unsur-unsur pengaturan tentang renvoi prosedur mencakup:

Unsur idiil untuk menemukan makna dan karakteristik dari renvoi prosedur sebagai berikut:

a. Para kreditor pada tahap verifikasi harta pailit yang dilakukan oleh kurator, wajib menyampaikan daftar tagihan piutang dalam jangka waktu yang ditentukan dan di serahkan ke kurator untuk diperiksa dan kemudian dilakukan pencocokan piutang.

b. Hakim pengawas pada saat yang ditentukan mengawasi kurator dalam melakukan pencocokan piutang dan wajib dihadiri oleh setiap kreditor yang mengajukan permohonan pencocokan tagihan piutangnya.

c. Hasil kurator dalam pencocokan piutang tagihan piutang terdapat 2 (dua) hasil, yaitu yang pertama daftar tagihan yang diterima oleh kurator dan yang kedua daftar tagihan yang dibantah oleh kurator.

d. Permohonan renvoi prosedur dapat dilakukan oleh kreditor yang mengajukan permohonan tagihan piutangnya untuk dicocokkan dan hasil pencocokan piutang dibantah oleh kurator.

e. Renvoi prosedur suatu proses yang lahir dari hukum kepailitan dan keberadaan renvoi prosedur setelah adanya putusan pailit pada tahap verifikasi setelah dilakukan pencocokan tagihan piutang.

f. Permohonan renvoi prosedur permohonan perhitungan pencocokan piutang akibat bantahan kurator terhadap tagihan piutang kreditor, yang pemeriksaannya diserahkan ke pengadilan niaga, di mana sebelumnya permohonan ini belum pernah diajukan ke pengadilan.

Unsur Operasional dalam renvoi prosedur ialah lembaga atau organisasi seperti yang dimaksud adalah lembaga peradilan yaitu pengadilan niaga. Oleh karena kurator tidak berwenang untuk membuat penetapan. Akibat penetapan yang diajukan oleh kreditor adalah cacat hukum. Harus jelas kedudukan dan dan kewenangan kurator agar tercapai nilai keadilan dan kepastian hukum.

Jika kurator ditafsirkan sebagai lembaga yang memberikan penetapan terhadap pencocokan piutang, maka hal tersebut sebagai kealpaan penafsiran (Mall Intrepretation) dilakukan oleh pembentuk undang-undang. Sebab renvoi prosedur diajukan karena merupakan sebuah prosedur koreksi ulang atau perhitungan ulang tentang tagihan piutang kreditur yang pemeriksaannya diserahkan kepada pengadilan.

Unsur aktuil renvoi prosedur agar terpenuhinya material hukum utama yang merupakan karakteristik renvoi prosedur, maka unsur yang terdapat di dalam substansinya:

a. Adanya material hukum atau unsur “Piutang”;

b. Adanya material hukum atau unsur “Perselisihan terhadap bantahan kurator atas daftar piutang yang belum diperiksa”;

c. Adanya material hukum atau unsur “Menyerahkan perselisihan piutang pada pengadilan”.

Dengan telah sesuainya antara sistem makna, sistem lembaga dan sistem fakta/aktual (Putusan Pengadilan yang berkekuatan tetap/inkracht van gewijsde), maka sistem norma hukumnya telah dapat memberikan jaminan rasa aman (kepastian hukum) dan manfaatnya adalah ada hakim yg memeriksa perkara pencocokan piutang. Oleh karena Kepastian hukum dan kemanfaatan adalah instrumen dari keadilan, maka prinsip keadilan menurut teori yg di pakai Penulis sebagai pisau analisis yaitu 3 ajaran umum Gustav Radbruch, sehingga dengan demikian maka tercapai pula prinsip keadilan justiabelen sebagai tujuan hukumnya.

==============================

*)Dr. Ivida Dewi Amrih Suci, S.H., M.H., M.Kn. adalah Dosen S2 di Fakultas Hukum Universitas Universitas Janabadra, Yogyakarta dan Koordinator Divisi Hukum Kepailitan Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Doktor Ilmu Hukum Indonesia (ADHI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *