Pria Kelahiran Hungaria Jadi DPO Kejaksaan Agung Terkait Dugaan Korupsi Satelit Kementerian Pertahanan

Monwnews.com, CEO Navayo International AG, Gabor Kuti Szilard (GK) masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan user terminal untuk satelit slot orbit 1230 BT pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2016.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Anang Supriatna menyampaikan, Gabor Kuti Szilard ditetapkan DPO sejak 22 Juli 2025.

“Benar sudah dinyatakan DPO,” tutur Anang saat dihubungi, Selasa (23/9/2025).

Menurut Anang, pria kelahiran Hungaria itu menjadi DPO lantaran tidak pernah memenuhi panggilan penyidik yang menangani kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit di Kemhan, baik dalam pemeriksaan sebagai saksi maupun hingga ditetapkan tersangka.

Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan dua tersangka lain di kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan user terminal untuk satelit slot orbit 1230 BT pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2016.

Mereka adalah Laksda TNI (Purn) Leonardi (LNR) selaku Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, dan Anthony Thomas van der Hayden (ATVDH) selaku Tenaga Ahli Satelit Kemhan.

Sebagaimana siaran pers Kejaksaan Agung yang sampai ke redaksi, perkembangan perkara koneksitas kasus korupsi pada proyek pengadaan user terminal untuk satelit slot orbit 1230 BT pada Kementerian Pertahanan tahun 2016 yang melibatkan PT Navayo International AG, bahwa kasus tersebut berawal dari penunjukan langsung PT Navayo International AG oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Badan Sarana Pertahanan (Baranahan) Kemhan, tanpa melalui proses pengadaan atau pelelangan tender sebagaimana ketentuan yang berlaku.

Penunjukan tersebut dilakukan berdasarkan rekomendasi tersangka Anthony Thomas van der Hayden (ATVDH) selaku Tenaga Ahli Satelit Kemhan, yang kemudian disetujui oleh Tersangka Laksda TNI (Purn) Leonardi (LNR) selaku Kabaranahan Kemhan/PPK.

Kontrak pekerjaan Core Program/User Terminal dengan nilai USD 34.194.300 ditandatangani pada 10 Oktober 2016, kemudian diamandemen menjadi USD 29.900.000, meskipun pada saat itu anggaran masih berstatus diblokir sehingga belum dapat digunakan.

Dalam pelaksanaannya, PT Navayo International AG justru mengajukan penagihan sebesar USD 16 juta meski pekerjaan belum dilakukan sebagaimana mestinya.

Hasil pemeriksaan laboratorium membuktikan, bahwa perangkat handphone Navayo sebanyak 550 unit tidak memiliki Secure Chip Inti, pembangunan user terminal tidak fungsional, dan tidak pernah dilakukan uji fungsi terhadap Satelit Artemis di Slot Orbit 1230 BT.

Selanjutnya, PT Navayo International AG mengajukan gugatan arbitrase di International Chamber of Commerce (ICC) Singapura. Gugatan tersebut dimenangkan oleh Navayo dengan putusan pembayaran sebesar USD 20.862.822.

Akibatnya, negara menghadapi risiko nyata setelah Navayo mengajukan permohonan penyitaan terhadap aset milik pemerintah Indonesia di Paris, termasuk Wisma Wakil Kepala Perwakilan RI, rumah dinas Atase Pertahanan, dan rumah dinas Koordinator Fungsi Politik KBRI Paris, berdasarkan putusan Tribunal Arbitrase Singapura tanggal 22 April 2021 yang dikuatkan oleh Pengadilan Paris.

Berdasarkan penghitungan ahli Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI sebagaimana tertuang dalam LHP Nomor PE.03.03/SR-607/D5/02/2022 tanggal 22 Agustus 2022, ditemukan adanya kerugian keuangan negara sebesar USD 21.384.851,89 setara Rp 339 miliar.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *