Membangun Reformasi POLRI Gelombang Baru Berbasis Supremasi Sipil dan Nasionalisme Indonesia yang Bukan-Bukan

Oleh: Dodi Ilham

I. Pendahuluan

Reformasi 1998 membuka jalan bagi pemisahan POLRI dari ABRI sebagai langkah strategis mengembalikan jati diri POLRI sebagai institusi sipil. Namun, warisan militeristik era Orde Baru masih melekat kuat, menciptakan dualitas DNA dalam tubuh POLRI: di satu sisi sebagai civil law enforcement, di sisi lain masih terjebak dalam kultur represif.

Fenomena Amuk Massa Agustus 2025 membuktikan rapuhnya legitimasi POLRI, runtuhnya komunikasi politik antara aparat dan rakyat, serta ketiadaan contingency plan keamanan negara yang adaptif. Momen ini menjadi alarm keras: Reformasi POLRI harus memasuki Gelombang Baru.

II. Historologi: Warisan Orde Baru & DNA Ganda POLRI

1. DNA Asli POLRI:
° Penegakan hukum.
° Perlindungan dan
pelayanan masyarakat.
° Institusi sipil yang dekat
dengan rakyat.

2. DNA Warisan Orde Baru:
° Represi politik dan
kekerasan struktural.
° Budaya komando
militeristik.
° Prioritas stabilitas rezim
di atas perlindungan
warga.

Pertarungan DNA ini menjadi akar dari inkonsistensi Polri hari ini.

III. Eskatologi: Supremasi Sipil sebagai Jalan Etis & Filosofis

Reformasi POLRI tidak cukup hanya dengan pemisahan struktural dari TNI. Diperlukan supremasi sipil yang nyata, dengan menempatkan POLRI sebagai:
1. Penegak hukum yang tunduk pada hukum dan konstitusi, bukan pada kekuasaan.
2. Pelindung rakyat sebagai pemilik kedaulatan negara.
3. Instrumen demokrasi konstitusional yang menjaga martabat manusia.

Di titik inilah Kompolnas menjadi instrumen vital. Dibentuk sebagai amanat Reformasi, Kompolnas harus diperkokoh perannya sebagai:
1. Policy Advisor: memberikan rekomendasi strategis kepada Presiden terkait arah kebijakan kepolisian.
2. Civil Complaint Mechanism: menjadi kanal resmi aspirasi rakyat dalam menilai dan mengawasi perilaku aparat.
3. Monitoring & Oversight Body: mengawal kinerja Polri agar tetap dalam jalur civil law enforcement.

IV. Futurologi: Reformasi POLRI Gelombang Baru

Ke depan, Reformasi POLRI harus diarahkan pada:
1. Penguatan DNA Civil Law Enforcement:
° Kurikulum pendidikan
POLRI berorientasi
HAM, hukum, dan
pelayanan publik.
° Transformasi
paradigma: dari
“stabilitas rezim”
menuju “keadilan
sosial”.

2. Dekonstruksi Warisan Militeristik:
° Penghapusan doktrin
represif dalam SOP
penanganan massa.
° Restrukturisasi
komando yang lebih
demokratis dan
transparan.

3. Supremasi Sipil dengan Kompolnas sebagai Pilar Utama:
° Memperluas
kewenangan
Kompolnas agar tidak
sekadar memberi
rekomendasi, tapi juga
melakukan audit
strategis.
° Menjadikan Kompolnas
forum partisipasi publik
dalam merumuskan
arah kebijakan
keamanan nasional.

4. Membangun Contingency Plan Keamanan Negara:
° Amuk Massa Agustus
2025 membuktikan
lemahnya kesiapan
negara menghadapi
eskalasi sosial-politik.
° POLRI bersama
Kompolnas harus
merancang National
Contingency Security
Framework yang
berbasis pada:
a. Prediksi konflik sosial
dengan teknologi
data.
b. Strategi mediasi &
komunikasi politik,
bukan represi.
c. Kesiapan koordinasi
multi-lembaga tanpa
mengorbankan
demokrasi.

5. Landasan Filosofis: Nasionalisme Indonesia yang Bukan-Bukan
° Nasionalisme yang
menolak chauvinisme,
teokrasi eksklusif,
maupun sekularisme
kering.
° Nasionalisme yang
berakar di bumi
Nusantara, tetapi
menjulang ke langit
nilai universal:
demokrasi
konstitusional,
martabat manusia, dan
keadilan sosial.
° POLRI harus menjadi
instrumen negara yang
menyalurkan
nasionalisme ini dalam
praksis keamanan dan
hukum.

V. Kesimpulan & Rekomendasi

Reformasi POLRI Gelombang Baru harus menuntaskan pertarungan DNA dalam tubuh POLRI dengan menegaskan jati diri sebagai institusi sipil, penegak hukum, dan pelindung rakyat.

Kunci keberhasilan Reformasi ini ada pada:
1. Penguatan Kompolnas sebagai instrumen supremasi sipil.
2. Penghapusan kultur militeristik-represif dalam tubuh Polri.
3. Perumusan National Contingency Security Framework sebagai jaminan kesiapan menghadapi krisis sosial-politik tanpa kembali ke pola represi Orde Baru.
4. Pijakan filosofis pada Nasionalisme Indonesia yang Bukan-Bukan sebagai roh kebangsaan yang adil, inklusif, dan universal.

Hanya dengan demikian, Polri akan benar-benar menjadi milik rakyat, bukan alat kekuasaan.

Policy Paper ini ditujukan sebagai bahan masukan bagi Presiden RI, DPR RI, Kompolnas, serta seluruh pemangku kepentingan dalam agenda Reformasi POLRI Gelombang Baru.

Dodi Ilham

Aktivis GN’98 & General Secretary of Centre for National Security Studies (CNSS) Indonesia
Jakarta, 26 September 2025
Email: dodi.il.ham98@gmail.com
☎️ 0816.1717.9779

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *