Maraknya Kasus Kekerasan Seksual, Bagaimana Peran Pemerintah Saat Ini?

Oleh: Risky Astagini Putri

Kekerasan seksual merupakan isu penting yang terus menjadi perhatian di Indonesia. Masalah ini tidak hanya menimbulkan dampak psikologis serta luka yang mendalam bagi korban, tetapi juga memiliki implikasi sosial, ekonomi, dan hukum yang luas.

Tak hanya sakit fisik, kekerasan seksual juga merenggut rasa aman, harga diri, dan masa depan korban. Kekerasan seksual masih menjadi momok yang menakutkan di Indonesia karena permasalahan ini bukan hanya tragedi individu, tetapi juga penyakit masyarakat yang memerlukan perhatian serta solusi komprehensif.

Kekerasan seksual didefinisikan sebagai setiap bentuk perlakuan seksual yang tidak diinginkan, termasuk paksaan atau ancaman untuk melakukan tindakan seksual, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, dan pemerkosaan. Jenis-jenis kekerasan seksual meliputi: perkosaan, pelecehan seksual, perbuatan cabul, eksploitasi seksual, perdagangan orang untuk tujuan seksual, dan paksaan perkawinan.

Kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja, baik di lingkungan keluarga, sekolah, tempat kerja, maupun ruang publik.
Kekerasan seksual dapat menimbulkan dampak traumatis yang mendalam bagi korban, baik secara fisik, psikologis, maupun sosial. Secara fisik, korban dapat mengalami luka-luka, penyakit menular seksual, dan kehamilan yang tidak diinginkan.

Secara psikologis, korban dapat mengalami depresi, kecemasan, gangguan stres pasca-trauma, dan kehilangan rasa percaya diri. Secara sosial, korban dapat mengalami stigmatisasi, diskriminasi, dan disfungsi sosial, yang dapat menghambat pemulihan dan reintegrasi korban ke dalam masyarakat.

Berdasarkan data dari Komnas Perempuan dan lembaga layanan mengungkapkan bahwa kekerasan seksual berbasis elektronik mencapai 991 kasus (35,4% dari total kasus), pelecehan seksual dengan 771 kasus, pencabulan sebanyak 180 kasus, pemerkosaan sejumlah 143 kasus, dan persebutuhan dengan 72 kasus.

Sementara itu, terdapat 575 kasus lain yang melibatkan kekerasan seksual. Banyaknya kasus kekerasan seksual maka pentingnya edukasi seks secara komprehensif dan keberlanjutan perlu diberikan sejak dini untuk membangun pemahaman tentang consent, kesetaraan gender, dan bahaya kekerasan seksual.

Pada tahun 2023, pelaku kekerasan seksual yang paling sering adalah orang-orang terdekat dengan para korban. Oleh karena itu, perlu adanya memperkuat penegakan hukum dengan menindak tegas pelaku kekerasan seksual melalui proses hukum yang hukum yang adil dan mendapatkan hukuman yang setimpal.

Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Pasal 16 (1) disebutkan bahwa pelaku Tindak Pidana Kekerasan Seksual terancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih. Sedangkan pada Pasal 17 selain dijatuhi pidana, pelaku Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat dikenakan tindakan pidana berupa Rehabilitasi dalam bentuk medis maupun sosial.

Selain memberikan sanksi terhadap pelaku, pihak kepolisian dapat memberikan perlindungan sementara kepada korban dalam waktu paling lambat 1 x 24 jam terhitung sejak menerima laporan Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana tercantum dalam Pasal 42.

Selanjutnya para korban harus diberikan layanan pendampingan dan pemulihan psikis serta medis yang mudah diakses bagi korban kekerasan seksual. Korban dapat didampingi oleh pendamping, seperti petugas LPSK, petugas UPTD PPA, tenaga kesehatan, psikolog, dan sebagainya pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dimana hal tersebut tercantum dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022.

Terkait biaya perawatan, ganti kerugian kekayaan atau penghasilan, ganti kerugian atas kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat Tindak Pidana Kekerasan Seksual tertulis pada Bagian Keempat Pasal 30 mengenai Restitusi. Selain itu, pihak keluarga maupun orang terdekat korban juga turut selalu memberikan semangat dan dukungan kepada korban yang bertujuan untuk mempercepat proses pemulihan tersebut.

Lingkungan yang aman dan suportif juga dapat membangun budaya anti kekerasan dengan menumbuhkan rasa saling menghormati, menumbuhkan sikap toleransi, dan menolak segala bentuk kekerasan.
Masyarakat juga memiliki peran penting dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain meningkatkan kesadaran dan kepekaan masyarakat terhadap isu kekerasan seksual melalui kampanye, edukasi, dan diskusi publik, mendorong pembentukan organisasi atau kelompok masyarakat yang fokus pada perlindungan dan pemberdayaan korban, aktif melaporkan setiap kasus kekerasan seksual yang diketahui kepada pihak yang berwenang, Memberikan dukungan dan pendampingan bagi korban kekerasan seksual serta menolak dan mengecam setiap bentuk kekerasan seksual di lingkungan masing-masing.

Kekerasan seksual menjadi masalah kompleks yang membutuhkan solusi komprehensif dari pemerintah dan masyarakat. Upaya-upaya yang perlu dilakukan antara lain: memperkuat kebijakan dan penegakan hukum, meningkatkan kesadaran dan pendidikan masyarakat, memperluas layanan dukungan bagi korban, serta mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual.

Hanya dengan tindakan konkret dan kolaboratif dari berbagai pemangku kepentingan, Indonesia dapat mengakhiri siklus kekerasan seksual dan memberikan keadilan serta perlindungan bagi seluruh warga negaranya.
Upaya-upaya yang telah dilakukan, seperti penerbitan undang-undang, pembentukan pusat pelayanan terpadu, dan peningkatan kapasitas aparat, harus terus ditingkatkan. Selain itu, peran aktif masyarakat dalam meningkatkan kesadaran, melaporkan kasus, dan memberikan dukungan bagi korban juga sangat penting.

Dengan kerja sama yang kuat antara pemerintah dan masyarakat, diharapkan kasus kekerasan seksual di Indonesia dapat diminimalisir dan korban dapat memperoleh pemulihan yang komprehensif. Kekerasan seksual adalah pelanggaran hak asasi manusia yang harus segera ditangani dengan penuh komitmen dan kerja sama dari berbagai pihak.

Terakhir saran untuk mengatasi tindak kekerasan seksual agar tidak lebih banyak memakan korban adalah dengan cara membuka ruang diskusi yang terbuka dan aman serta bertujuan membahas isu kekerasan seksual tanpa stigma dan diskriminasi dan mendukung organisasi yang bergerak di bidang perlindungan perempuan dan anak (seperti Komnas Perempuan dan LBH APIK), serta melaporkan setiap kasus kekerasan seksual yang anda ketahui dan bantu korban mendapatkan akses layanan yang mereka butuhkan.

Risky Astagini Putri

Mahasiswa Magister Kebijakan Publik Unair

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *