Monwnews.com, Malang – Saat ini banyak orang tua (ortu) mengeluh terkait persiapan dana ganda jelang kelulusan siswa. Namun tidak mampu berbuat banyak, dan keluhan ortu tersebut menjadi saling tempat sharing berbagi rasa yang sama antar ortu.
Mengingat perbedaan pandangan yang kalah dalam pengambilan suara dalam rapat paguyuban orang tua/POT sebagai pengambilan keputusan untuk menentukan iya atau tidaknya sebuah kegiatan sekolah diluar akademis, menjelang kelulusan siswa (SD, SMP dan SMA).
Terkait tour jelang kelulusan, menjadi polemik saat ini. Bahkan jadi trend news (pemberitaan) dari tingkat lokal kab/kota, regional dan nasional.

Lembaga pendidikan yang seharusnya jadi tanggung jawab mencerdaskan anak bangsa, menjadi terjerembab masuk ke ranah bisnis atau market place.
Fenomena ini makin tak ter elakan tiap tahun menjelang kelulusan. Bahkan dalam parade pengajaran di lembaga sekolah, unsur bisnis dibiarkan masuk dengan leluasanya terbuka. Mulai marketing buku (novel -dengan alasan penambahan literasi baca tapi ditentukan nama penerbitnya). Bahkan merk pembalut (bagi siswa perempuan) dan pembersih muka/bioreman pun masuk ke sekolah. Yang tidak ada kesinambunganya dengan unsur akademis.
Polarisasi seperti itu, bukannya dicegah atau dilarang oleh Kepala Daerah atau Kepala Dinas terkait. Malah terkesan pembiaran, kalaupun dinas terkait bersikap, hanya bersifat himbauhan.
Viralnya di medsos perihal jelang kelulusan, baik soal tour/pariwisata maupun purnawiyata yang menjadikan dana ganda dan wajib diikuti siswa bukannya menjadikan keprihatinan. Sebagian ortu yang ekonominya pas-pasan bisa jadi mengelus dada, meskipun cari pinjaman demi untuk membayar mengikuti kegiatan purnawiyata yang semestinya lebih murah terjangkau dianggaran, daripada dilakukan di gedung seperti hal hotel. Belum lagi harus mengeluarkan anggaran untuk membayar biaya sewa bus untuk kegiatan tour/pariwisata.
Padahal setelah kelulusan, para orang tua masih harus fokus memikirkan pendidikan lanjutan bagi putra putrinya, tentu saja juga fokus dengan persiapan biaya.

Entah apa sebabnya, bisa menjadi begini, pendidikan bukannya maju dan berkembang. Justru cenderung jadi ajang koorporasi industri/dunia bisnis marketing.
Padahal para pengamat dunia pendidikan juga telah berbicara dalam siaran televisi swasta nasional, tentang perihal tersebut diatas.
Terkait hal diatas, menyangkut adanya keluhan para ortu. Pihak dinas terkait di Kota Malang yang katanya terkenal dengan Kota Pendidikan, Ka Disdikbud Kota Malang saat dikonfirmasi, lewat sellulernya melalui short massage (pesan singkat) WhatsApp belum memberikan responnya, kecuali hanya menjawab salam (Waalaikumsalam) dari awak monwnews.com, Rabu 15 Mei 2024.
“Konfirmasi Pak Kadis. Mohon tanggapan dan komentarnya, terkait banyaknya keluhan pihak ortu jelang kelulusan /purnawiyata siswa SMP yang dibarengi dengan tour/rekreasi”
“Karena pihak ortu harus menyiapkan dana ganda untuk 2 kegiatan tsb. (purnawiyata dan tour), yang dianggap agak memberatkan pihak ortu”
“Sementara pihak ortu juga konsentrasi untuk putra/putri pada jenjang pendidikan lanjutan (sma/smk), termasuk persiapan biaya. Polemik diatas juga sudah viral dimedsos. Matur nuwun atensinya”
Hingga berita ini ditayangkan, pertanyaan dari media ini belum juga mendapat tanggapan pihak Ka Disdikbud Kota Malang, Suwarjana, S.E, M.M.
Mustinya perihal diatas yang saat ini menjadi sorotan masyarakat kebanyakan, juga segera mendapat tanggapan dan respon pihak Eksekutif (Pj. Walikota Malang) dan anggota Legislatif dari Komisi yang membidangi, yakni Komisi D.
Sementara itu, mantan Ketua Komite gabungan dua lembaga SMPN 15 dan 30 periode tahun 2022, yang akrab dengan panggilan Nurul Inaker justru menyayangkan jika acapkali jelang kelulusan selalu jadi polemik.
“Saya sekarang hanya sebagai wali murid, bukan pengurus komite ataupun pengurus paguyuban orang tua. Namun dalam rapat bersama paguyuban orang tua, saya bisa merasakan keluhan pihak orang tua yang ekonominya hanya pas-pasan. Karena kondisi sosial ekonomi yang tidak sama,” ujar Nurul.
“Yah yang saya sampaikan dalam rapat, tentunya seperti yang mereka rasakan, meskipun suara yang kita sampaikan kalah dengan mereka yang memang menghendaki kegiatan non akademis itu tetap dilaksanakan dengan berbagai alasan,” sambungnya.
“Hanya saja patut disayangkan, dari pihak dinas terkait tidak ada kebijakan larangan, sebab kalau bersifat himbahuan diksinya terkesan kurang tegas,” tegas wanita yang aktif di organisasi nasional Indonesia Bekerja/INAKER dan Ormas Gerakan Anti Narkotika Nasional itu, Jumat (17/05/2024). (galih)













