Umum  

Evaluasi Reflektif dan Korektif Satu Tahun Pemerintahan Prabowo Subianto

I. PENDAHULUAN

Satu tahun kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto (20 Oktober 2024 – 20 Oktober 2025) menandai fase baru perjalanan demokrasi Indonesia: demokrasi yang menuntut efektivitas pemerintahan. Setelah dua dekade reformasi yang ditandai oleh fragmentasi politik dan lemahnya keberpihakan pada rakyat pekerja, pemerintahan Prabowo datang dengan janji “kedaulatan penuh” — baik dalam ekonomi, pangan, energi, maupun pertahanan.

Namun, dalam konteks Negara Demokrasi Konstitusional, kedaulatan tidak hanya diukur dari kekuatan politik atau militer, melainkan dari sinkronisasi antara demokrasi yang berlandaskan hukum dan hukum yang demokratis. Inilah dua mata pedang yang menentukan arah bangsa:

Bila demokrasi tanpa hukum, lahirlah anarki.

Bila hukum tanpa demokrasi, lahirlah tirani.

Refleksi tahun pertama pemerintahan Prabowo Subianto menuntut kita menilai: sejauh mana dua pedang itu ditempa menjadi senjata keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

II. LANDASAN ANALITIK

Analisis ini menggunakan pendekatan 5W+1H untuk memastikan keterhubungan antara data faktual, rasionalitas kebijakan, dan efektivitas implementasi konstitusional.

1. What (Apa yang terjadi?)

Pemerintahan Prabowo meluncurkan berbagai kebijakan strategis di bidang pangan, pertahanan, energi, dan kesejahteraan sosial. Sejumlah produk hukum dan regulasi kunci selama satu tahun terakhir antara lain:

Inpres No. 3 Tahun 2025 tentang Ketahanan Pangan Nasional Berbasis Desa

Perpres No. 21 Tahun 2025 tentang Badan Cadangan Strategis Nasional (BCSN)

PP No. 25 Tahun 2025 tentang Implementasi Koperasi Multipihak dan Teknologi Desentralisasi Nasional

Perpres No. 38 Tahun 2025 tentang Percepatan Transisi Energi dan Kendaraan Listrik Nasional

Inpres No. 7 Tahun 2025 tentang Gerakan Bela Negara dan Sertifikasi Kompetensi Nasional

Produk konstitusi ini menunjukkan arah baru: integrasi ekonomi rakyat dengan strategi pertahanan nasional, di mana rakyat tidak hanya menjadi objek pembangunan, tetapi subjek kedaulatan.

2. Who (Siapa aktor utamanya?)

Prabowo Subianto tampil sebagai Presiden yang menggabungkan kepemimpinan militeristik dengan pendekatan nasionalis-populis.
Kepemimpinannya ditopang oleh:

Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, yang memainkan peran penting dalam komunikasi publik dan inovasi digital.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dengan fokus industrialisasi pangan dan energi.

Menhan Letjen (Purn) Agus Subiyanto, yang menegaskan arah pertahanan mandiri.

Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa, yang dikenal dengan kebijakan fiskal pro-produktivitas.

Namun, sinergi antar kementerian masih menghadapi friksi struktural, terutama dalam integrasi kebijakan lintas sektor — antara pembangunan ekonomi berbasis rakyat dan strategi pertahanan yang terpusat.

3. When (Kapan momentum politik terbentuk?)

Momentum politik terbesar terjadi pada:

Januari 2025: Penetapan PP No. 25 Tahun 2025 sebagai dasar hukum koperasi multipihak.

April 2025: Peluncuran program “Pangan Kedaulatan Nusantara” di Jawa Tengah.

Juli 2025: Penandatanganan kerja sama pertahanan strategis Indonesia–Uni Emirat Arab.

Oktober 2025: Refleksi 1 Tahun Pemerintahan Prabowo melalui Sidang Kabinet Paripurna Nasional.

Setiap momentum menunjukkan arah konsolidasi kekuasaan yang berpadu dengan upaya memperkuat national capacity building.

4. Where (Dimana titik krusial implementasi?)

Titik krusial terjadi di tiga arena:

1. Ekonomi Rakyat: Penerapan PP 25/2025 mulai mengubah paradigma ekonomi berbasis konsumsi menjadi produksi.

2. Ketahanan Pangan: Lumbung pangan strategis di Kalimantan dan Sulawesi mulai beroperasi secara efisien.

3. Pertahanan Terpadu: Integrasi logistik militer dan sipil melalui BCSN menciptakan efisiensi anggaran dan respons tanggap bencana.

Namun, resistensi datang dari oligarki ekonomi lama yang kehilangan monopoli terhadap rantai pasok dan akses kredit nasional.

5. Why (Mengapa kebijakan ini penting?)

Karena arah pembangunan nasional yang terlalu liberal selama dua dekade terakhir telah memisahkan ekonomi dari ideologi bangsa.

Prabowo mencoba mengembalikan ekonomi ke akar ideologi: Pancasila sebagai logika pembangunan nasional.
Dengan pendekatan NLP Pancasila, kebijakan-kebijakan beliau dapat dibaca sebagai usaha mengaktifkan kesadaran kolektif bangsa — dari mental dependency menuju mental sovereignty.

6. How (Bagaimana efektivitasnya?)

Efektivitas kebijakan dapat dilihat dari tiga indikator utama:

1. Pertumbuhan ekonomi 6,2% (Q3 2025) dengan peningkatan sektor produktif rakyat.

2. Penurunan angka kemiskinan ekstrem hingga 7,1%, terutama di kawasan desa produktif.

3. Kenaikan indeks ketahanan nasional 8 poin menurut Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).

Meski demikian, evaluasi korektif diperlukan dalam hal:

Lemahnya koordinasi antar lembaga pelaksana daerah.

Minimnya literasi digital rakyat dalam mengakses kebijakan.

Potensi sentralisasi kekuasaan yang mengancam keberagaman demokratis.

III. PEDANG ANALISIS: DEMOKRASI KONSTITUSIONAL INDONESIA

Indonesia sebagai Negara Demokrasi Konstitusional memiliki dua mata pedang tajam:

1. Demokrasi yang berlandaskan hukum, di mana kebebasan rakyat dijaga oleh supremasi konstitusi.

2. Hukum yang demokratis, di mana konstitusi tidak membelenggu rakyat, melainkan membimbing mereka menuju kesejahteraan bersama.

Dalam tahun pertama pemerintahannya, Prabowo mencoba menyeimbangkan dua pedang itu melalui integrasi moral, hukum, dan nasionalisme produktif.

Namun keseimbangan ini rapuh bila tidak disertai literasi kebangsaan kolektif — sebab rakyat yang tidak memahami hak konstitusionalnya mudah diarahkan pada populisme tanpa substansi.

IV. REKOMENDASI STRATEGIS (Reflektif-Korektif)

1. Sebaiknya pemerintah memperkuat implementasi PP 25/2025 melalui Koperasi Multipihak berbasis kompetensi rakyat.

2. Semestinya kebijakan ketahanan nasional disertai dengan pendidikan bela negara yang kontekstual dan humanis.

3. Eloknya fiskal nasional diarahkan ke sektor-sektor yang meningkatkan daya rakyat, bukan hanya daya korporasi.

4. Sebaiknya dibentuk Majelis Refleksi Nasional lintas sektor untuk mengawal arah konstitusi terhadap pembangunan.

5. Alangkah baiknya Prabowo memperkuat kembali nilai-nilai demokrasi deliberatif agar hukum tidak berubah menjadi alat legitimasi kekuasaan.

V. PENUTUP

Satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto menunjukkan arah nasionalisme baru: nasionalisme yang bekerja, bukan hanya berbicara. Namun setiap kekuasaan besar menuntut tanggung jawab moral yang lebih besar pula.

Refleksi ini bukan kritik destruktif, melainkan koreksi konstruktif agar pedang demokrasi dan hukum tetap ditempa dalam tungku Pancasila — bukan dalam api ambisi politik.

Karena pada akhirnya, kekuasaan hanyalah jalan — bukan tujuan.
Tujuannya tetap satu: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.


Dodi Ilham
Presiden GOBER Community
Aktivis GN’98

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *