Berita  

Yusri Albima: Keterbukaan Informasi soal Perlindungan PMI Bukan Pilihan, tapi Kewajiban Negara

Monwnews.com, Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri DPP Laskar Merah Putih Indonesia Yusri Albima, menanggapi serius isu yang berkembang seputar kajian mendalam yang diklaim telah dilakukan oleh Abdul Kadir Karding melalui Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) atau Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) terkait nasib para Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Arab Saudi.

https://www.instagram.com/kayoone.bumi/
https://www.instagram.com/kayoone.bumi/

Menurut Yusri, jika benar kajian mendalam tersebut telah dilakukan, maka hasilnya harus segera disampaikan secara terbuka kepada publik. “Di era keterbukaan informasi publik seperti sekarang, tidak ada lagi alasan untuk menyembunyikan informasi, terutama yang menyangkut kemaslahatan WNI/PMI di luar negeri. UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mesti dipatuhi” tegasnya.

Ia menyebut bahwa informasi menyangkut data Pekerja Migran Indonesia, kondisi hukum mereka, serta risiko yang dihadapi merupakan hak publik yang tidak bisa ditutup-tutupi atas nama formalitas atau dalih institusional.

Yusri membeberkan sejumlah pertanyaan mendasar yang menurutnya seharusnya bisa dijawab oleh kajian yang disebut “mendalam” itu :

“Saya ingin tahu, berapa sebenarnya jumlah WNI yang menjadi PMI di sektor rumah tangga di Arab Saudi sebelum moratorium tahun 2011 diberlakukan ? Ini penting untuk memetakan dampak moratorium terhadap sektor domestik,” ujarnya.

“Lalu, berapa jumlah PMI non-prosedural yang masih berada di Arab Saudi sejak 2011 hingga 2025 ? Kalau memang ada kajian mendalam, data ini seharusnya tersedia.”

“Apa saja studi kasus yang ditemukan selama ini ? Bagaimana distribusinya? Apakah soal gaji, kekerasan, atau pelanggaran kontrak ?”

“Berapa jumlah PMI kaburan yang dilaporkan oleh Pemberi Kerja ke otoritas Saudi ? Ini bukan untuk menyalahkan PMI, tapi untuk memahami akar masalah.”

“Berapa banyak PMI yang ditahan di penjara Arab Saudi ? Kasus apa yang membuat mereka sampai di balik jeruji ? Tindak pidana apa yang mereka lakukan ?”

“Ada berapa PMI yang dipenjara karena konflik ketenagakerjaan, bukan kriminalitas murni ?”

“Dan yang paling menyayat : berapa WNI atau PMI yang saat ini didakwa melakukan pembunuhan dan terancam hukuman mati ? Kita harus tahu ini sejak awal, bukan hanya saat persidangan terakhir atau divonis.”

Yusri menekankan bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak akan muncul jika lembaga-lembaga negara menjalankan mandat keterbukaan informasi secara serius. “Kita tidak bisa lagi mengelola isu pekerja migran secara elitis dan tertutup. Ini menyangkut nyawa, menyangkut hak dasar warga negara yang bekerja di luar negeri karena tidak mendapat akses ekonomi yang layak di dalam negeri,” ucapnya.

Sebagai tokoh yang dikenal berpengalaman panjang di isu migrasi tenaga kerja, Yusri meyakini bahwa perlindungan PMI di Arab Saudi membutuhkan lebih dari sekedar kajian formal. Ia menilai perlu adanya pendekatan menyeluruh yang melibatkan data aktual, keberanian diplomatik, dan pemahaman lapangan yang mendalam.

“Saya tidak anti-kajian,” katanya. “Tapi kalau kajian itu hanya menjadi dokumen sunyi di laci institusi, maka itu hanya jadi pajangan, bukan pelindung bagi rakyat. Dan saya tetap mempertanyakan Perjanjian Tertulis (Bilateral Agreement) tentang Tata Kelola Pelindungan PMI di Arab Saudi yang disepakati Pemerintah RI dengan Pemerintah KSA, dan juga Pemerintah Negara Tujuan PMI lainnya.” pungkas Yusri mantan TKI Saudi, Oman dan Sudan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *