Pekerja Rumah Tangga korban ‘Perbudakan’ Mengadu ke Istana

MonWnews.com, Jakarta – <span;>Tangis Pekerja Rumah Tangga (PRT) asal Bogor, Sri Siti Marni alias Ani, pecah kala mengadu ke Kantor Staf Presiden (KSP), di Kompleks Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (4/1). Sebab, dirinya pernah jadi korban ‘perbudakan’ saat menjadi PRT yang dimulai pada <span;>Bulan Februari 2015.

“Saya 9 tahun disekap, disiksa, dan upah tidak dibayar. Pelaku penyiksaan 7 orang tapi yang dipenjara hanya 2. Hakimpun memutuskan tidak memberi restitusi walau kala itu saya masih anak-anak dan menderita cacat jiwa dan raga,” kata Anik sambil mengusap air mata saat menceritakan pengalamannya.

Senada, Toipah, PRT dari Brebes, menuturkan perbudakan yang dirasakannya. Peristiwa naas tersebut terjadi sekitar tahun 2016.

Toipah adalah korban penyekapan politisi dan istrinya yang kemudian di penjara 2 tahun pada Bulan Agustus 2016. Toipah lebih beruntung karena pengadilan memberikan restitusi padanya.

“Saya dan 2 PRT sesama pengasuh anak setiap hari disiksa selama 7 bulan non stop sampai saya bisa menyelamatkan diri. Majikan saya pejabat negara dan sampai sekarang saya masih ketakutan bertemu pejabat atau melihat gedung apartement,” paparnya.

Selain Toipah dan Ani, hadir pula korban perbudakan di tahun 2022, yakni Rizki, PRT dari Cianjur yang kasusnya masih di tingkat penyelidikan. Ia mengharapkan kasusnya diproses dengan cepat oleh polisi apalagi tidak satupun pelaku ditangkap sehingga beberapa barang bukti penting hilang. Rizki mengalami “perbudakan” selama 7 bulan.

Kesaksian tiga korban tersebut berlangsung pada audiensi Serikat PRT Sapulidi dengan KSP. Audiensi diorganisir oleh Koalisi Sipil untuk UU PPRT. Audiensi ke KSP tersebut merupakan bagian dari Aksi Rabuan untuk Pengesahan RUU PPRT.

Rombongan Koalisi Sipil diterima oleh Tim Deputy V dan II yang dipimpin oleh Jaleswari Pramowardhani yang didampingi Staf Ahli Utama Bidang Hukum dan HAM yaitu Prof Ruhaini dan Mugiyanto. Dari Koalisi hadir Eva Sundari dari Institut Sarinah, Lita Anggraini dari Jala PRT dan Siti Muslikah jubir SPRT Sapulidi – JALA PRT.

“KSP menempatkan RUU PPRT sebagai prioritas, setelah membentuk Gugus Tugas RUU PPRT maka KSP terus melakukan Komunikasi dan lobby dengan DPR. Pemerintah sangat peduli penderitaan para ibu-ibu PRT,” sambut Jaleswari. Ia terus menyemangati perjuangan para PRT. “Hati kami bersama ibu-ibu sekalian,” sambungnya bersungguh-sungguh.

Staff KSP Bidang Hukum, Mugiyanto memberikan perhatian khusus pada proses hukum Riski yang masih berlangsung. “Kami akan melakukan pemantauan untuk memastikan pemenuhan hak-hak korban secara maksimal termasuk hak atas restitusi,” kata Mugiyanto.

Pertemuan siang hari itu diakhiri dengan pemberian payung hitam simbol kebutuhan Perlindungan dari negara bagi para PRT. Payung bertuliskan SAHKAN UU PPRT tersebut telah dibuka di istana Merdeka. Harapan para Ibu PRT begitu tinggi  kepada Kepala Negara untuk mewujudkan impian mereka.

“Memang hanya Kepala Negara yang dapat membantu mengurai kebuntuan proses legislasi RUU PPRT ini,” kata Eva Sundari, Koordinator Koalisi Sipil UU PPRT.