Monwnews.com, Di pelosok negeri, di desa-desa yang sunyi, kabar menggema bahwa pemerintah akan meluncurkan Koperasi Desa Merah Putih. 70.000 koperasi desa akan berdiri, katanya, sebagai pilar ekonomi rakyat. Janji manis kembali dilantunkan: petani akan sejahtera, rantai pasok akan dipangkas, dan harga jual akan lebih menguntungkan.
Tapi… bukankah ini lagu lama?
Dulu, di masa Orde Baru, ada koperasi serupa: Koperasi Unit Desa (KUD). Apa yang terjadi? KUD tumbuh subur, tapi bukan untuk rakyat. Koperasi yang seharusnya menjadi alat kemandirian ekonomi justru berubah menjadi alat politik. Petani tidak benar-benar berdaulat. Mereka hanya menjadi objek kebijakan, bukan subjek yang menentukan arah hidupnya sendiri.
Cerminan Masa Lalu: KUD yang Gagal, KDMP yang Berulang
Sejenak, mari kita buka lembaran lama. Mengapa KUD gagal?
1. Koperasi atau Kantor Pemerintah?
KUD dulu dikelola oleh pejabat, bukan petani. Mereka bukan dipilih oleh anggota, tapi ditunjuk dari atas. Apakah KDMP akan berbeda? Tidak juga. Dari blueprint-nya, KDMP masih berada di bawah kendali penuh pemerintah pusat, Menteri Koperasi, dan pejabat-pejabat yang tak paham realita desa.
2. Uang dari Rakyat, Kembali ke Pemerintah
KDMP akan didanai dari APBN, APBD, Dana Desa, dan Hibah. Apakah ini buruk? Tidak, kalau sekadar modal awal. Tapi kalau dana ini terus-menerus menghidupi koperasi, maka koperasi tidak lebih dari bayi yang disuapi terus-menerus dan tak pernah belajar berjalan sendiri. KUD dulu juga begitu—hidup dari subsidi, tapi mati saat subsidi dicabut.
3. Bukan Solusi, Hanya Perpanjangan Tangan Pemerintah
KUD dulunya hanya menjadi alat distribusi program pemerintah, bukan wadah ekonomi rakyat yang sejati. Bantuan pupuk, kredit usaha tani, hingga program bantuan lainnya hanya mampir sebentar, lalu menguap entah ke mana.
KDMP? Narasi yang dibangun sama persis. Disebut akan memangkas rantai pasok, memperkuat harga petani, dan mengurangi peran tengkulak. Tapi siapa yang mengelola? Pemerintah juga. Artinya, ini bukan koperasi rakyat, melainkan badan usaha milik pemerintah yang dikemas dalam baju koperasi.
Rakyat Harus Jadi Pemain, Bukan Penonton
Koperasi sejati adalah koperasi yang tumbuh dari bawah, bukan dari atas.
Koperasi sejati adalah milik anggota, bukan alat birokrat.
Koperasi sejati tidak hidup dari subsidi, tapi dari usaha nyata.
Apa yang seharusnya terjadi? Koperasi rakyat harus memiliki daya saing di pasar bebas. Harus berbasis kompetensi, bukan sekadar jadi penyalur bantuan pemerintah.
Tapi sayangnya, KDMP tidak menunjukkan arah ke sana. Dari skema yang ada, yang terjadi hanyalah pengulangan KUD dengan sedikit polesan digitalisasi.
Jadi, jangan terbuai. Liriknya sama, nadanya sama. Lagu lama ini hanya diputar ulang di kaset yang baru.
*Ady Pradana adalah Pendiri Koperasi GOBER Indonesia & Ketua KSP Pelita C.U.