Daerah  

Khofifah Bicara Pendekatan Kultural Spiritual Terkait Pemilu 2024

Monwnews.com, Surabaya – Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa kerap melakukan pendekatan secara kultural spiritual dalam berbagai dialog dengan masyarakat dari budaya yang berbeda.

Hal ini dilakukan gubernur untuk mewujudkan Pemilu tertib 2024. Di Jawa Timur ini lanjut gubernur, rasa kearifan lokal terbangun karena masing-masing masyarakat relatif memiliki soliditas untuk bisa saling menjaga harmoni di antara satu entitas dengan entitas yang lain. “Maka harmonious partnership itu menjadi ruh dari seluruh program yang kami lakukan dan diinisiasi ada di dalam RKPD pemprov jatim, “ kata Gubernur Khofifah saat menghadiri Acara Cangkrukan yang digelar Menko Polhukam Gerakan Indonesia Tertib di Provinsi Jatim dengan tema Tertib di Tahun Politik Menuju Indonesia Maju di Hotel Westin Pakuwon Surabaya, Selasa (28/2/2023).

Khofifah menegaskan bahwa seluruh sektor yang ada di Jawa Timur harus terpayungi dalam tujuan yang sama, yakni membangun kemitraan yang harmonis. Namun, tidak hanya secara struktural pemerintahan, Khofifah menegaskan bahwa pemerintah perlu menangkap ide dari masyarakat dengan berbagai latar belakang daerah maupun kesukuan yang ada di Jatim.

 

“Harmonious partnership tidak hanya dengan pendekatan struktural tapi kita harus menangkap ide-ide dari kultur Mataraman, ide-ide dan kearifan lokal dari suku Tengger, ide-ide dan kearifan lokal dari dari suku Samin, ide-ide dan kearifan lokal dari Osing, ide-ide dan kearifan lokal dari seluruh jaringan madura baik yang ada di pulau madura maupun yang ada di tapal kuda. Ide-ide dan seluruh kearifan dari daerah pantura,” tuturnya.

Gubernur mencontohkan, dialog Presiden Jokowi dengan Mantan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani tentang suku di masing-masing negara. Saat Ashraf bertanya ada berapa suku di Indonesia, Jokowi menjawab 714 suku. Ashraf pun menyampaikan bahwa suku di Afghanistan hanya ada 7 tapi ketujuh suku itu bila mengalami konflik seringkali menajam, meruncing, dan berkepanjangan.

“Apa yang ingin saya sampaikan kepada kita semua, betapa kearifan lokal yang dibangun oleh entitas-entitas, suku-suku bangsa di Indonesia itu memiliki kekuatan kearifan yang luar biasa. Oleh karena itu membangun tertib pada pemilu 2024 saya rasa kita coba bangun kembali pikiran-pikiran dan budaya-budaya lokal yang penuh kearifan yang luar biasa karena merekalah sebetulnya yang menjadi pilar berdirinya NKRI,” ujarnya.

Secara spiritual gubernur menyampaikan pentingnya pelibatan seluruh tokoh agama yang ada untuk terus menggaungkan doa tentang kesatuan bangsa, keamanan bangsa, dan agar Indonesia menjadi tetap solid. Dengan demikian, secara psikologis para jemaah, umat, dan secara umum masyarakat akan tergugah untuk turut serta menjaga ketertiban pada Pemilu 2024.

“Spiritualnya, saya rasa sila pertama Pancasila mengingatkan kepada kita semua kalau misalnya ada rekomendasi bahwa setiap Jumat di masjid-masjid itu diseyogyakan para katib sudah menyiapkan doa khusus tentang ketertiban keamanan dan proses yang menjadikan Indonesia tetap solid, dan menjadikan penguat teguhnya NKRI. Di gereja-gereja juga setiap Minggu juga, mungkin Pak Menko atau Menteri Agama memberikan harapan dan referensi kepada semua tokoh-tokoh agama yang pendeta juga memberikan doa di gereja-gereja, di wihara-wihara, kelenteng dan seterusnya,” ujarnya.

Artinya, peran dari tokoh agama secara substantif itu sudah dilibatkan dalam proses untuk tertib di dalam politik, tertib di dalam kehidupan sosial, tertib di dalam keamanan, dan tertib di sektor mana pun. Kalau pun ini bisa dilakukan secara lebih masif. “Saya rasa barangkali cangkrukan berikutnya pertemuan antartokoh budaya, pertemuan antartokoh-tokoh agama. Tetapi bahwa kehadiran mereka nantinya memang dilibatkan secara rohani, kehadiran mereka itu dilibatkan secara psikologis,”imbuhnya.

Melalui dua pendekatan itu, gubernur berharap di kemudian hari muncul sanksi sosial yang terbangun dengan sendirinya, sehingga sikap anomali seperti penyebaran hoaks, paham radikalisme, juga polarisasi politik yang terjadi pada pemilu yang hendak memecah-belah persatuan dan kesatuan akan terkontrol dengan sendirinya. Dengan demikian terjadi penguatan penjagaan ketertiban Pemilu 2024.

“Sehingga kalau ada yang melakukan katakan sikap-sikap anomali atau indisipliner dan seterusnya, maka sesungguhnya ada sosial punishment. Kalau ada social punishment di antara entitas-entitas itu, ini akan lebih memberikan penguatan bagaimana mereka merasa bahwa ada sesuatu yang sudah mereka langgar dan kemudian social punishment yang akan menyadarkan mereka bahwa ini negara kita, harus kita jaga keamanan, ketertiban, suasana yang solid dan seterusnya,” tandasnya. (kj)