Monwnews.com, Pengertian Kesejahteraan Sosial itu adalah kondisi Sosial yang Ideal Dimana setiap anak anak manusia yang tinggal dimuka bumi ini mendapatkan Kesejahteraannya, kesejahteraan yang dimaksud adalah pada posisi yang eksistensial artinya Kesejahteraan itu konkret dan bisa dimanfaatkan oleh anak anak manusia dalam melanjutkan kehidupan sosialnya.
Kemudian daripada itu Kesejahteraan eksistensial ini karena sangat Urgent ( menyangkut kehidupan dan penghidupan seluruh anak-anak manusia) sehingga dia tidak bisa dilepas begitu saja yang menjadikan kehidupan sosial manusia BERADA PADA POSISI ESENSINYA ( hanya menjadi sebuah Jargon yang Absurd) namun Kesejahteraan mesti harus konkret ( menjadi sungguh sungguh ada).
Siapakah yang mendapatkan mandat ( kewenangan) didalam menDistribusikan Kesejahteraan Sosial itu? Dia adalah KEKUASAAN ( dalam hal ini Negara).
Apakah Negara itu?? Negara adalah wahana yang melembaga bagi kehidupan idiologi dan politik.
Seluruh Negara di muka Bumi ini pada saat ini Setuju’ Bahwa Kesejahteraan Sosial itu adalah Hak Dasar dari keberadaan setiap anak anak manusia yg tinggal di muka bumi ini tanpa memandang Ras, Agama dan dari mana mereka berasal.
ADA berbagai pandangan tentang Kesejahteraan Sosial itu namun penulis sajikan satu pandangan tentang Kesejahteraan Sosial yang bernama KOMOPOLITANIDME:
Kosmopolitanisme adalah sebuah paham yang menganjurkan bahwa semua manusia adalah bagian dari satu komunitas global, tanpa memandang batasan geografis, etnis, budaya, atau negara. Konsep ini berasal dari kata Yunani “kosmopolites,” yang berarti “warga dunia.”
Berikut adalah beberapa aspek utama dari kosmopolitanisme:
1. *Universalitas Manusia*:
– Kosmopolitanisme menekankan bahwa semua manusia memiliki nilai dan hak yang setara, tidak peduli dari mana asal mereka. Ini mencakup penghargaan terhadap hak asasi manusia dan perlindungan terhadap individu dari diskriminasi dan ketidakadilan.
2. *Tanggung Jawab Global*:
– Penganut kosmopolitanisme percaya bahwa individu dan negara memiliki tanggung jawab tidak hanya kepada komunitas lokal mereka tetapi juga kepada komunitas global. Ini mencakup kepedulian terhadap isu-isu global seperti perubahan iklim, kemiskinan, dan konflik internasional.
3. *Pluralisme Budaya*:
– Kosmopolitanisme mengakui dan menghargai keberagaman budaya. Ini bukan berarti menolak identitas lokal atau nasional, tetapi lebih kepada menghargai dan belajar dari berbagai budaya yang ada di dunia.
4. *Mobilitas dan Akses Informasi*:
– Di era globalisasi, kosmopolitanisme juga mengakui pentingnya mobilitas dan akses informasi. Kemampuan untuk bergerak melintasi batas negara dan mengakses informasi dari seluruh dunia dianggap penting untuk memperkuat pemahaman dan kerja sama internasional.
5. *Pemerintahan Global*:
– Beberapa penganut kosmopolitanisme berargumen untuk bentuk pemerintahan global atau institusi internasional yang kuat untuk mengatasi masalah yang bersifat lintas negara dan memastikan keadilan global.
Dalam sejarah, gagasan kosmopolitanisme telah berkembang melalui berbagai filosofi dan gerakan, mulai dari Stoikisme di zaman kuno, Pencerahan Eropa, hingga gerakan-gerakan modern yang mendorong globalisasi dan hak asasi manusia. Tokoh-tokoh seperti Immanuel Kant, Kwame Anthony Appiah, dan Martha Nussbaum telah memberikan kontribusi signifikan terhadap pemikiran kosmopolitan.
Immanuel Kant, seorang filsuf Jerman abad ke-18, memiliki pandangan penting mengenai kosmopolitanisme yang ia kembangkan terutama dalam karya-karyanya seperti “Perpetual Peace: A Philosophical Sketch” dan “Idea for a Universal History with a Cosmopolitan Purpose”. Pandangannya tentang kosmopolitanisme dapat diringkas dalam beberapa poin utama:
1. *Hukum Kosmopolitan*:
– Kant memperkenalkan konsep “hukum kosmopolitan” yang berfungsi sebagai aturan hukum yang berlaku bagi semua individu di dunia. Hukum ini melampaui batas-batas negara dan memberikan hak dan tanggung jawab yang universal. Bagi Kant, hak-hak ini termasuk hak untuk bepergian dan mengunjungi tempat lain dengan damai.
2. *Perdamaian Abadi*:
– Dalam esainya “Perpetual Peace”, Kant menguraikan rencana untuk menciptakan perdamaian abadi di dunia. Ia mengusulkan bahwa negara-negara harus membentuk federasi yang longgar yang dapat menyelesaikan sengketa tanpa kekerasan. Kant percaya bahwa republik-republik yang diatur oleh prinsip-prinsip hukum dan demokrasi lebih cenderung menciptakan perdamaian.
3. *Kewarganegaraan Dunia*:
– Kant berpendapat bahwa manusia harus melihat dirinya bukan hanya sebagai warga negara dari suatu negara, tetapi juga sebagai warga dunia. Ini berarti memiliki tanggung jawab moral kepada semua manusia, bukan hanya kepada sesama warga negara. Konsep ini mendorong solidaritas global dan kerjasama internasional.
4. *Moralitas Universal*:
– Kant menekankan pentingnya moralitas universal yang didasarkan pada prinsip-prinsip rasional dan etis yang dapat diterima oleh semua orang. Ia memperkenalkan “Imperatif Kategoris” yang menyatakan bahwa tindakan moral harus didasarkan pada prinsip yang dapat diterima sebagai hukum universal.
5. *Hak Asasi Manusia*:
– Kant memandang bahwa setiap individu memiliki hak asasi yang tidak dapat dicabut, yang harus dihormati oleh semua negara dan masyarakat. Hak-hak ini termasuk kebebasan dan perlindungan dari kekerasan dan penindasan.
Kant menggabungkan pemikirannya tentang moralitas, hukum, dan politik untuk menciptakan visi dunia di mana negara-negara dan individu-individu bekerja sama dalam harmoni dan saling menghormati. Konsep kosmopolitanisme Kant memberikan landasan filosofis bagi banyak prinsip yang kemudian menjadi bagian dari hak asasi manusia dan hukum internasional modern.
Dalam Rangka apakah Struktur sosial itu dibentuk???? Jawabnya: dalam Rangka Kesejahteraan Sosial.
Dalam Rangka apakah REJIM POLITIK itu dibentuk???? , jawabnya dalam Rangka Kesejahteraan Sosial.
Dalam Rangka apakah REJIM Sosial itu dibentuk???, Dalam rangka Kesejahteraan Sosial.
Dari uraian di atas Kesejahteraan Sosial itu memiliki kedudukan sentral dari seluruh Isyu yang terus digencarkan di DUNIA, karena Kesejahteraan Sosial itu sudah menjadi Wilayah Politik dan pada situasi tertentu Kesejahteraan Sosial bisa dijadikan alat diberbagai aspek kehidupan sosial.
Kesejahteraan sosial bukanlah hal yang Statis yang hanya berhenti kepada kesejahteraan Physik belaka melainkan sudah memasuki wilayah lain disegenap kehidupan sosial Manusia.
Pada struktur sosial Kesejahteraan Sosial merupakan simbol Status sosial seseorang dengan mendapatkan imbalan materi yang statifikatif sesuai herarkismya.
Pada Masyarakat agraris maupun pada masyarakat transisi ( menuju masyarakat industri) Kesejahteraan Sosial nampak kepada anggota masyarakat yang memiliki materi ( Kekayaan) diatas rata rata mendapatkan status sosial yang terhormat.
Kesejahteraan sosial juga melekat kepada anak anak manusia yg mempunyai kemampuan merangkai tindakan tindakan produktif sehingga secara akumulatif mendapatkan materi ( kekayaan) yang melimpah dengan sebetan orang’ orang terkaya dan bisa membuat mereka POPULER.
Kesejahteraan sosial telah menjadi idiologi yang dianut setiap anak anak manusia yg tinggal di muka bumi, juga seluruh negara negara yang ada diDunia.
Gerak sejarah manusia saat ini masih berada pada Posisi Postmodern, hal itu disebabkan setelah Postmodern belum bisa dijelaskan, dan Postmodern ini telah melewati beberapa ORDE yang bergerak didalam Postmodern itu sendiri.
Kesejahteraan sosial telah mengalami beberapa perubahan bentuk sesuai dengan ORDE yang berkembang di kehidupan sosial Anak anak manusia.
Negara Negara Barat memandang Kesejahteraan Sosial adalah sebagai akumulasi dari tindakan tindakan produktif manusia konkret yang harus dilindungi oleh negara, sedangkan negara berwajiban memberikan ruang yang terbuka bagi warganya untuk mendapatkan sebesar besarnya kekayaan.
Inilah percikan percikan tentang kesejahteraan sosial yang dianut oleh negara negara barat yang merupakan Respon terhadap pergerakan berbagai idiologi tentang kesejahteraan sosial, sbb:
penjelasan yang lebih mendalam tentang poin-poin utama dari buku “One-Dimensional Man” karya Herbert Marcuse:
Masyarakat Satu Dimensi
Konformitas dan Konsumerisme: Marcuse berargumen bahwa masyarakat kapitalis maju telah menciptakan kondisi di mana individu menjadi konformis melalui konsumerisme.
Media, iklan, dan budaya populer mendorong individu untuk mengadopsi nilai-nilai dan gaya hidup yang seragam, mengurangi pluralitas ide dan kritik sosial.
Penghapusan Oposisi: Dalam masyarakat satu dimensi, oposisi radikal terhadap sistem secara efektif diserap atau dinetralkan. Ide-ide revolusioner dan kritik fundamental sering kali dikomodifikasi atau direduksi menjadi bentuk yang tidak mengancam.
Represi dan Kebebasan Palsu
Represi Total: Marcuse mengembangkan konsep “represi total”, di mana teknologi dan organisasi sosial berfungsi untuk menekan kebutuhan dan hasrat manusia yang sebenarnya.
Masyarakat menggunakan teknologi tidak hanya untuk meningkatkan produksi tetapi juga untuk mengontrol perilaku dan pemikiran manusia.
Kebebasan yang Dikelola: Kebebasan dalam masyarakat kapitalis dilihat sebagai ilusi. Kebebasan politik dan individu yang dipromosikan oleh kapitalisme hanyalah kebebasan dalam batas-batas yang ditetapkan oleh sistem, dan tidak menyentuh pada kebebasan sejati yang melibatkan penghapusan eksploitasi dan dominasi.
Kebutuhan Palsu vs. Kebutuhan Nyata
Produksi Kebutuhan Palsu: Kebutuhan palsu adalah kebutuhan yang dihasilkan oleh mekanisme sosial kapitalis untuk menjaga keberlanjutan sistem produksi dan konsumsi.
Ini mencakup kebutuhan akan produk-produk konsumsi yang sebenarnya tidak diperlukan untuk kebahagiaan atau pengembangan manusia.
Kebutuhan Nyata: Kebutuhan nyata mencakup kebutuhan dasar manusia seperti kebebasan, otonomi, dan pengembangan potensi kreatif. Marcuse berpendapat bahwa masyarakat kapitalis cenderung mengabaikan kebutuhan ini, mengalihkan perhatian individu ke kebutuhan palsu.
Peran Teknologi
Kontrol Sosial Melalui Teknologi: Teknologi, yang seharusnya membebaskan manusia dari kerja keras, malah digunakan untuk memperkuat kontrol sosial.
Teknologi menjadi instrumen dominasi daripada emansipasi, menjaga individu tetap dalam kondisi ketergantungan dan penyesuaian terhadap sistem kapitalis.
Integrasi dan Homogenisasi: Teknologi membantu dalam proses homogenisasi budaya dan pemikiran. Media massa dan teknologi komunikasi memainkan peran besar dalam menyebarkan ideologi dominan dan mengintegrasikan individu ke dalam tatanan sosial yang ada.
Kritik terhadap Rasionalitas Teknologis
Rasionalitas Instrumental: Marcuse mengkritik rasionalitas teknologis sebagai rasionalitas instrumental yang mengutamakan efisiensi dan produktivitas di atas nilai-nilai humanis dan kritis. Rasionalitas ini mendominasi cara berpikir dan bertindak dalam masyarakat kapitalis, mengabaikan pertanyaan tentang tujuan dan nilai dari tindakan dan teknologi itu sendiri.
Penghilangan Dimensi Kritis: Dominasi rasionalitas teknologis menghilangkan dimensi kritis dalam pemikiran manusia, yang penting untuk menantang dan mengubah struktur sosial yang ada. Rasionalitas kritis adalah kemampuan untuk mempertanyakan dan menilai kembali nilai-nilai dan tujuan yang mendasari teknologi dan tindakan sosial.
Perspektif Pembebasan
Kesadaran Kritis dan Perlawanan: Meskipun skeptis tentang kemungkinan perubahan radikal, Marcuse tetap percaya pada potensi kesadaran kritis dan perlawanan dari kelompok-kelompok yang tertindas. Kesadaran kritis adalah langkah pertama menuju pembebasan dari kondisi satu dimensi.
Alternatif Sosial: Marcuse mengimpikan alternatif sosial di mana teknologi digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang sebenarnya dan mendukung pengembangan otonomi dan kreativitas individu. Ini membutuhkan perubahan radikal dalam struktur ekonomi dan politik serta dalam cara berpikir dan bertindak manusia.
Pengaruh dan Relevansi
Marcuse menginspirasi generasi pemikir dan aktivis dengan kritiknya terhadap kapitalisme dan teknologi. Meskipun ditulis pada tahun 1960-an, banyak tema dalam “One-Dimensional Man” tetap relevan dalam konteks globalisasi, media sosial, dan teknologi digital masa kini.
Ide-idenya tentang represi, konsumsi, dan kebebasan terus menjadi topik diskusi dalam filsafat sosial dan teori kritis.
Kesejahteraan sosial adalah Kemanusiaan itu Sendiri.
Kebebasan, Keadilan sebagai konstruksi yang fondamental dari Kemanusiaan tetaplah berada pada Kerangka besar KESEJAHTERAAN SOSIAL.