MonWnews.com, Surabaya – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Komisariat Universitas Surabaya (Ubaya), mengkritik Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang disahkan menjadi UU baru-baru ini. GMNI Ubaya menilai bahwa UU KUHP ini masih perlu dikaji ulang karena ada poin-poin yang kurang bisa diterima oleh masyarakat.
“Kami meminta pemerintah melakukan pengkajian ulang atas KUHP yang disahkan Menjadi UU, karena ada poin-poin di dalam undang-undang yang merugikan masyarakat yang bahkan tidak bisa diterima oleh masyarakat,” tegas Ketua GMNI Ubaya Dhipa Satwika Oey, Selasa (13/12).
Pria yang akrab disapa Dhipa ini menilai, beberapa pasal pada UU KUHP yang tidak pro rakyat yakni Pasal 252 tentang Tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib. Pasal 432 tentang Gelandangan yang bisa didenda Rp 1.000.000. Lalu Pasal 603 yang menjelaskan bahwa korupsi pidana paling singkat 2 tahun.
“Dalam Pasal 252 tidak ada bukti-bukti akurat yang merugikan orang lain tapi bisa terjerat pidana. Dalam Pasal 432 tentang gelandangan, seharusnya pemerintah memberi tempat dan mengayomi gelandangan, karena mereka juga mempunyai hak keadilan di negara Indonesia ini,” urai Dhipa.
“Lalu dalam Pasal 603 yang menyatakan bahwa tindakan korupsi bisa dipidana pidana paling singkat dua tahun, bahwa seharusnya mereka di adili seberat-beratnya karena telah merugikan negara,” tambahnya.
Dhipa mengatakan bahwa beberapa pasal dalam UU KUHP yang tidak pro rakyat itu sebaiknya ditinjau ulang. Dia berharap pemerintah bisa mendengarkan keluhan rakyat yang bersuara untuk UU KUHP.
“Saya harap pemerintah harus memikirkan, mendengarkan dan mengkaji ulang UU KUHP ini. Saya harap keluhan-keluhan rakyat ini bisa di dengar karena ini adalah hak rakyat untuk menyampaikan aspirasi kepada pemerintah supaya hak-hak demokrasi masyarakat di Indonesia negara kita tercinta ini tetap terealisasikan secara adil,” pungkasnya.