Dewan Pembina ILMISPI: Menyoroti RKUHAP Lebih Penting Daripada RUU Polri Yang Belum Masuk Prolegnas

Monwnews.com, Dalam upaya memberikan masukan kritis terhadap Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP), Ikatan Mahasiswa Ilmu Sosial dan Ilmu Politik menggelar diskusi publik bertajuk “Implementasi Asas Dominus Litis dalam RKUHAP: Perspektif Politik Hukum dan Efektivitas Penegakan Hukum di Indonesia”.

https://www.instagram.com/ditakencana/
https://www.instagram.com/ditakencana/

Diskusi ini menyoroti secara tajam dampak politis dan kelembagaan dari penerapan asas Dominus Litis, terutama terhadap demokrasi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum nasional.

Sulthan Raffi, Presidium Nasional ILMISPI dalam sambutannya mengutip sebuah pepatah “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”(Kekuasaan cenderung merusak, dan kekuasaan absolut merusak secara absolut), sebagai pengantar dari diskusi publik kali ini.

Hadir sebagai narasumber dalam diskusi ini, Gurun Arisastra Kartawinata, S.H.(Pakar Hukum), *Robi Sugara, M.Sc. (Akademisi UIN Jakarta) dan *T.M Farhan Alghifari (Dewan Pembina ILMISPI) yang memberikan pandangan terkait penerapan asas Dominus Litis dalam sistem peradilan pidana Indonesia.

Ketiganya menilai bahwa asas ini dapat memusatkan kekuasaan secara berlebihan kepada kejaksaan, membuka ruang penyalahgunaan kewenangan, dan menjadikan lembaga penuntut umum sebagai alat kekuasaan politik.

*Gurun Arisastra Kartawinata, S.H.* menjelaskan bahwa pemberlakuan asas Dominus Litis tidak hanya mengabaikan prinsip keadilan dan akuntabilitas, tetapi juga dapat menciptakan otoritarianisme hukum melalui dominasi kejaksaan atas proses perkara. Ia menyampaikan bahwa kewenangan mutlak dalam penanganan perkara berisiko memunculkan konflik antar lembaga penegak hukum.

Robi Sugara, M.Sc., menyoroti persoalan mendasar berupa ketidakpercayaan antar institusi penegak hukum. Menurutnya, implementasi asas ini justru akan memperbesar konflik dan membuka celah intervensi politik. Ia mengingatkan bahwa dominasi jaksa dapat menciptakan “lahan basah” dan memperkuat keterkaitan kejaksaan dengan kekuatan politik.

Senada, *T.M Farhan Alghifari* mengkritik bahwa tanpa asas Dominus Litis pun kejaksaan telah memainkan peran dalam konstelasi politik, dan jika asas ini diberlakukan, maka tumpukan kewenangan akan menjadi ancaman serius bagi demokrasi. Ia menyatakan bahwa ini bukan reformasi, melainkan kemunduran dalam penegakan hukum.

Lebih jauh, diskusi ini juga mengkritisi narasi publik yang seolah-olah menempatkan RUU Polri sebagai isu utama dalam pembahasan legislasi. Padahal, berdasarkan pernyataan *Ketua DPR Puan Maharani* dan *Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, **RUU Polri belum masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Sementara itu, justru **RUU KUHAP yang sedang berjalan berpotensi memperluas kewenangan absolut kejaksaan*, tanpa ada diskusi publik yang memadai.

Dalam konteks ini, para pembicara juga menyoroti lemahnya peran *Komisi Kejaksaan* yang hingga kini belum menunjukkan langkah konkret dalam melakukan pengawasan terhadap kejaksaan. Minimnya pengawasan ini dinilai berbahaya jika di tengah sistem yang sedang mengarah pada pemusatan kekuasaan institusional.

Para narasumber sepakat bahwa asas Dominus Litis tidak selayaknya diterapkan dalam kondisi demokrasi yang masih rapuh dan dengan institusi yang belum transparan. Reformasi hukum seharusnya diarahkan pada penguatan checks and balances, bukan pemusatan kekuasaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *